NAMA : M.
Amiq Fahmi
NIM :
103111067
MAKUL :
Filsafat Islam
DOSEN : Pak
Darmu’in
I.
FILSAFAT ISLAM
AL-KINDI
1. Dimana letak perbedaan filsafat Al-Kindi dengan Aristoteles?
Jelaskan!
Jawaban :
Kalau pertanyaan ini dihadapkan kepada Aristoteles, ia akan menjawab
bahwa: sebab materi alam ini, adalah dipandang sebagai pokok. Tuhan adalah
penggerak pokok, sebab Yang Akhir, tetapi bukan sebab-materi alam. Tuhan adalah
mendahului wujud dan kekal.[1]
Terhadap pertanyaan ini, Al-Kindi memberikan jawabannya, bahwa tidaklah
ada sebab ujudnya. Sebab itu, cari dalam sesuatu yang membiakkan ujud itu,
yaitu Kebenaran Pertama, yang kita sebutkan Tuhan. Yang disebutkannyaKebenaran
Pertama itu, tidak pernah diberi nama oleh Aristoteles.[2]
2. Jelaskan alasan Al-Kindi mengenai bahwa “Fisafat itu mempunyai
hubungan yang kuat dengan agama” ?
Jawaban :
Alasan Al-Kindi mengenai bahwa filsafat itu mempunyai hubungan yang kuat
dengan agama, yaitu:
a. Bahwa agama itu menjadi
bagian filsafat, sebab filsafat adalah pengetahuan tentang kebenaran.
Barangsiapa yang berpendapat, pengetahuan yang seperti ini berlawanan dengan
agama, maka ia itu sendirilah yang tidak beragama. Pengetahuan tentang
kebenaran, terkandung didalamnya, pengetahuan agama yang pokok, yaitu keesaan
Tuhan (monotheisme) dan etika.
b. Wahyu yang diturunkan
kepada Nabi dan kebenaran filsafat adalah cocok dan tidak berselisih antara
keduanya. Tentang ini Al-Kindi memberi penegasannya: “Ilmu yang berfaidah kalau
dipandang secara keseluruhannya, dan jalan untuk mencapai itu, dan daya upaya
untuk menjaga keselamatannya dari tiap bahaya serta usaha untuk melindunginya,
adalah sesuatu yang dibutuhkan, sebagai suatu kebenaran yang telah dinyatakan
oleh Nabi atas nama Tuhan, wajib dipelihara. Nabi-nabi telah menyatakan tentang
uniknya Ketuhanan, praktik kesucian yang diterima-Nya, dan menjahui segala
kejahatan, kekotoran yang tidak berlawanan dengan sesuatu yang dinamakan suci
pada diri mereka”.
c. Usaha filsafat adalah
diatur dengan logika. Karena itulah failasuf berkata: “Mempunyai pengetahuan
filsafat itu, perlukah atau tidak? Kalau ahli agama memandang perlu, maka
mereka harus mempelajari ilmu itu. Jikalau mereka berpendapat tidak perlu,
mereka harus memberikan alasannya dan menunjukkan alasannya dan menunjukkan
contoh-contohnya. Memberikan alasan dan menunjukkan contoh adalah bagian dari
usaha untuk memperoleh ilmu kebenaran. Hal ini diperlukan, sebab mereka harus
mempunyai pengetahuan ini, dan mengakui bahwa filsafat dapat mendukung agam
mereka.[3]
3. Bagaimana pendapat Al-Kindi mengenai filsafat serta metafisika?
Coba Jelaskan!
Jawaban :
Menurut Al-Kindi, filsafat adalah ilmu tentang hakikat (kebenaran)
sesuatu menurut kesanggupan manusia, ilmu ketuhanan, ilmu keesaan
(wahdaniyyah), ilmu keutamaan (fadhilah), ilmu tentang semua yang berguna dan
cara memperolehnya serta cara menjahui perkara-perkara yang merugikan. Jadi,
tujuan seorang filosof bersifat teori, yaitu mengetahui kebenaran, dan bersifat
amalan, yaitu yang mewujudkan kebenaran tersebut dalam tindakan. Semakin dekat
kepada kebenaran, semakin dekat pula kepada kesempurnaan.[4]
Mengenai metafisika, meskipun Al-Kindi umumnya menyetujui
pendapat-pendapat filsafat Aristoteles dan neo-Platonisme, dalam filsafatnya
sendiri yang dikemukakan pada waktu itu ia telah “mengorbankan” prinsip-prinsip
filsafat Aristoteles dan neo-Platonis tentang eternal creation dan
nothing can come from nothing. The Law of Emanation dari
neo-Platonisme dikemukakan oleh Al-Kindi dengan menyesuaikannya kepada asas
kepercayaan Islam. Alam langit yang tertinggi sekalipun menurut Al-Kindi
semuanya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Sedangkan Tuhan sendiri berada
diatas ketentuan hukum alam.[5]
II.
FILSAFAT ISLAM
AR-RAZI
1. Bagaimana cara berfikir Ar-Razi mengenai faham yang dianutnya,
yaitu: tidak percaya pada wahyu, qur’an tidak mu’jizat, tidak percaya pada
nabi-nabi, dan adanya hal-hal yang kekal dalam arti tidak bermula dan tidak
berakhir selain tuhan?
Jawaban :
Cara berfikir Ar-Razi hanya percaya pada
kekuatan akal dan tidak percaya pada wahyu dan perlunya Nabi-nabi. Ia
berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui apa yang baik serta apa
yang buruk, untuk tahu pada Tuhan dan untuk mengatur hidup manusia di dunia
ini. Manusia, dalam pendapatnya, pada dasarnya mempunyai daya berfikir yang
sama besarnya, dan perbedaan timbul karena berlainan pendidikan dan berlainan suasana
perkembangannya. Nabi-nabi, menurut pendapatnya, membawa kehancuran bagi
manusia, dengan ajara-ajaran mereka yang saling bertentangan. Bahkan
ajaran-ajaran itu menimbulkan perasaan benci-membenci di antara umat manusia
yang terkadang meningkat menjadi peperangan agama. Semua agama ia kritik. Orang
tunduk pada agama, menurut pendapatnya, karena tradisi, kekuasaan yang ada pada
pemuka-pemuka agama, dan karena tertarik pada upacara-upacara yang mempengaruhi
jiwa rakyat yang sederhana dalam pemikiran. Qur’an baik dalam bahasa dan gaya
maupun dalam isi tidak merupakan mu’jizat. Ar-Razi lebih mementingkan buku-buku
falsafat dan ilmu pengetahuan dari pada buku-buku agama. Tetapi sungguhpun ia
menentang agama pada umumnya, ia bukanlah seorang ateis, malahan seorang
monoteis yang percaya pada adanya Tuhan, sebagai penyusun dan pengatur alam
ini.[6]
2. Apa alasan Ar-Razi mengenai prinsip tentang lima yang abadi?
Jawaban :
Filsafat Al-Razi dikenal dengan ajarannya “ Lima Kekal”, yakni :
a. Al-Bari
Ta’ala, Tuhan
Pencipta Yang Maha Tinggi dan Maha Sempurna.
b. An-Nafsul- Kulliyah, Jiwa yang Universal yang hidup dari jasad
ke jasad sampai suatu waktu menemukan kebebasan yang hakiki.
c. Al-Hayulal-Ula, materi pertama yang dari padanya Tuhan menciptakan
dunia. Materi ini terdiri dari atom-atom yang mempunyai volume. Atom-atom ini
mengisi ruang sesuai dengan kepadatannya. Atom tanah adalah yang paling padat,
kemudian menyusul air, hawa dan api.
d. Al-Makanul-Mutlaq,
ruang yang absolut, abadi tanpa awal
dan tanpa akhir.
e. Az-Zamanul-
Mutlaq, masa yang
absolut, abadi tanpa awal dan tanpa akhir.
Dari lima kekelan itu ada dua yang hidup dan bergerak yakni, Tuhan dan ruh
yang pasif dan yang
tidak hidup adalah materi pembentuk setiap wujud dan dua lagi yang tidak hidup,
tidak bergerak dan tidak pasif yaitu kehampaan dan keberlangsungan. Benda tidak dapat terlepas dari yang lima ini sebab:
a. Setiap benda
perlu ada yang menciptakannya. Sebab itu ia perlu kepada Tuhan Pencipta.
b. Diantara
benda ada yang hidup. Hidup memerlukan roh. Sebab itu perlu adanya roh.
c. Benda adalah
materi, yang dengannya ia dapat diinderai.
d. Materi
mengambil tempat, sebab itu perlu ruang untuk sebagai tempatnya.
e. Materi
mengalami perubahan, perubahan terjadi dalam waktu.
3. Bagaimana pendapat Ar-Razi mengenai Zaman?
Jawaban :
Tentang zaman Ar-Razi membaginya atas dua bentuk, ada zaman yang absolut
dan ada zaman yang reltif. Zaman yang absolut bersifat abadi tidak berawal dan
tidak berakhir, tetapi zaman yang relatif dapat disifati dengan angaka.[7]
III.
FILSAFAT ISLAM
AL-FARABI
1. Bagaimana pendapat Al-Farabi mengenai Akal manusia, Fikiran
Aktif, Ruh Suci? Jelaskan!
Jawaban :
Menurut Al-Farabi yang dimaksud dengan:
a. Akal Fikiran adalah segala akal dan pemikiran yang terbit dari
manusia sendiri, untuk mencari kebenaran dan lain-lainnya.
b. Fikiran aktif adalah semua pemikiran manusia yang mendatang
kedalam akal umat manusia itu sendiri sebagai makhluk.
c. Manusia menerima Ruh Suci, kalau dia mempunyai Fikiran Mulia.
Fikiran Mulia menjadi Aktif dan langsung memimpin manusia itu sendiri. Orang
ini bukan manusia, tetapi mendapat petunjuk Ruh-el-Kudus. Terhadap nabi, ia
langsung dari Ruh Suci yang terus disampaikannya pada akal manusia.[8]
2. Menurut Al-Farabi bagaimana hubungan antara agama dan filsafat?
Jelaskan!
Jawaban :
Dalam pandangan Al-Farabi filsafat itu
lebih dapat mencapai kebenaran dari pada menggunakan alasan-alasan agama. Dalam
bukunya : “Untuk mencapai kebahagiaan”, ia mengatakan bahwa benda pokok baik
dipandang secara agama atau dipandang secara fisafat adalah sama. Menurut
Al-Farabi, agama serupa dengan filsafat. Keduanya membahas suatu pokok yang
sama, tentang dasar pertama bagi makhluk, dan kesudahan yang akhir dari
tiap-tiap makhluk itu. Filsafat memberikan contoh lebih kuat, sedangkan agama
menguraikan persoalan itu juga lebih banyak mengemukakan alasan dialektika.
Filsafat-filsafat, masa lahirnya lebih dahulu dari agama. Dalam menerangkan
soal ini, Al-Farabi sejalan dengan Ibnu Rusyd. Mereka berpendapat, bahwa
filsafat dan agama datang dari Tuhan, mengalir dari suatu Zat yang penting, terus
melalui otak manusia, dengan mempergunakan akal sebagai wakilnya. Perbedaan
antara kedua lapangan pengetahuan ini adalah filsafat menghendaki cara pasti,
sedangkan agama mengemukakan secara dialektika. Selanjutnya, filsafat
memberikan kebenaran benda-benda dalam diri benda itu sendiri, dan agama dalam
mempergunakan jalan untuk mengemukakan soal yang serupa itu, memakai model
pengetahuan.[9]
3. Apa maksud dari akal potensil, akal aktuil, akal mustafad?
Jawaban :
a.
Akal Potensil adalah akal
yang baru mempunyai potensi berfikir dalam arti : melepaskan arti-arti atau
bentuk-bentuk dari materinya.
b.
Akal Aktuil adalah akal
yang telah dapat melepaskan arti-arti dari materinya, dan arti-arti itu telah
mempunyai wujud dalam akal dengan sebenarnya, bukan lagidalam bentuk potensi,
tetapi dalam bentuk aktuil.
c.
Akal Mustafad adalah akal
telah dapat menangkap bentuk semata-mata.
IV.
FILSAFAT ISLAM IBNU
SINA
1. Pada pertama kali Ibnu Sina baru mempelajari filsafat, ia sangat
setia kepada Aristoteles. Akan tetapi, setelah ia dewasa, ia meninggalkan
Aristoteles dan menegakkan filsafat sendiri yang dinamakan “Filsafat Timur”. Jelaskaskan
maksud dari “Filsafat Timur” yang ditegakkan oleh Ibnu Sina?
Jawaban :
Filsafat Timur adalah suatu usaha pembawaan
filsafat Yunani yang selama ini hanya berdasarkan akal semata, kesuatu bidang
akal ketuhanan yang disebutnya Tasawwuf. Bidang baru ini, penting baginya, agar
segala hasil penciptaan akal manusia, dapat dipergunakan untuk kemanfaatan
hidup peri kemanusiaan, bukan untuk merusakkan. Filsafat Timur, disusun secara
tasawwuf, yang diartikan cahaya akal dengan diberikan penguraian dengan kaidah
melimpah secara filsafat. Dengan tidak memusuhi Aristoteles dan Neo Platonis,
Ibnu Sina berjalan bergandengan sambil menerima dan menghasilkan dalam bentuk ciptaan
filsafatnya suatu konsepsi Islam, Tuhan Khalik-ul’alam dan Yang Maha Tahu[10]
2. Apa saja dalil yang dikemukakan oleh Ibnu Sina untuk membuktikan
adanya jiwa? Sebutkan!
Jawaban :
Empat dalil yang dikemukakan oleh Ibnu Sina
untuk membuktikan adanya jiwa, yaitu:
a. Dalil alam kejiwaan
b. Dalil “aku” dan kesatuan gejala-gejala kejiwaan
c. Dalil kesinambungan (continuitas), dan
d. Dalil orang terbang atau orang tergantung di udara.[11]
3. Pada diri kita ada peristiwa-peristiwa yang tidak mungkin
ditafsirkan, kecuali sesudah mengakui adanya jiwa. Peristiwa-peristiwa tersebut
ialah gerak dan pengenalan. Jelaskan maksud dari gerakan dan pengenalan?
Jawaban :
Gerakan ada dua macam, yaitu:
a. Gerakan Paksaan, yang timbul sebagai akibat dorongan dari luar
dan yang menimpa suatu benda, kemudian menggerakkannya.
b. Gerakan Bukan Paksaan, gerakan ini ada dua macam:
1) Gerak yang sesuai dengan ketentuan hukum alam, seperti jatuhnya
batu dari atas ke bawah.
2) Gerakan yang terjadi dengan melawan hukum alam, seperti manusia
yang berjalan di bumi sedangkan berat berat badannya seharusnya menyebabkan ia
diam, atau seperti burung yang terbang menjulang di udara, yang seharusnya
jatuh (tetap) di sarangnya diatas bumi. Gerakan tersebut menghendaki adanya
penggerak khusus yang melebihi unsur-unsur benda yang bergerak. Penggerak
tersebut ialah “jiwa”
Pengenala (pengetahuan) tidak dimiliki oleh
semua makhluk, tetapi hanya dimiliki oleh sebagian saja. Yang memiliki pengenalan
ini menunjukkan adanya kekuatan-kekuatan lain yang tidak terdapat pada yang
lainnya.[12]
V.
FILSAFAT ISLAM
AL-GHAZALI
1. Bagaimana pengaruh filsafat Al-Ghazali terhadap fikiran filsafat
sebelumnya?
Jawaban :
Akibat serangan Al-Ghazali terhadap pemikiran filsafat sebelumnya, meski tidak sepenuhnya tepat dan benar, respon masyarakat muslim
terhadap filsafat menjadi berkurang, sehingga
menyebabkan kelesuan berfikir dan berijtihad di kalangan
umat Islam. Sejak pertengahan abad ke 12 M, hampir semua khazanah intelektual Islam justru selalu menyerang dan memojokkan
filsafat, baik sebagai sebuah pendekatan, metodologi
maupun disiplin keilmuan.
Meski demikian, kajian dan pemikiran filasafat, sesungguhnya tidak benar-benar hilang oleh serangan al-Ghazali, filsafat Islam tetap
berkembang. Apa yang dianggap sebagai kematian
filsafat oleh sebagian orang hanya terjadi di kalangan sunni,
khususnya Asy’ariyah. Pada bagian lain di dunia Islam, filsafat justru menemukan arah baru dan semakin membumbung tinggi.
2. Sebutkan fikiran filsafat metafisika yang menurut Al-Ghazali
sangat berlawanan dengan Islam?
Jawaban :
Fikiran filsafat metafisika yang menurut
Al-Ghazali sangat berlawanan dengan Islam, yaitu:
a. Qadimnya alam,
b. Tidak mengetahuinya Tuhan terhadap soal-soal kecil, dan
c. Pengingkaran terhadap kebangkitan jasmani.
3. Jelaskan perbedaan fikiran mengenai penciptaan alam antara para
filosof dengan Al-Ghozali?
Jawaban :
Tentang penciptaan alam, Al-Ghazali
mempunyai konsep yang sangat berbeda dari konsepsi yang dimiliki para filsuf
Muslim. Para filsuf Muslim, termasuk Ibnu Rusyd, berpendapat bahwa alam itu
azali, atau qadim, yakni tidak bermula dan tidak pernah ada. Sementara itu,
Al-Ghazali berpikir sebaliknya.
Bagi Al-Ghazali, bila alam itu dikatakan
qadim, mustahil dapat dibayangkan bahwa alam itu diciptakan oleh Tuhan. Jadi
paham qadim-nya alam membawa kepada simpulan bahwa alam itu ada dengan
sendirinya, tidak diciptakan Tuhan. Dan, ini berarti bertentangan dengan ajaran
Alquran yang jelas menyatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan segenap alam
(langit, bumi, dan segala isinya).
Bagi Al-Ghazali, alam haruslah tidak qadim
dan ini berarti pada awalnya Tuhan ada, sedangkan alam tidak ada, kemudian
Tuhan menciptakan alam, alam ada di samping adanya Tuhan. Sebaliknya, bagi para
filsuf Muslim, paham bahwa alam itu qadim sedikit pun tidak dipahami mereka
sebagai alam yang ada dengan sendirinya. Menurut mereka, alam itu qadim justru
karena Tuhan menciptakannya sejak azali/qadim. Bagi mereka, mustahil Tuhan ada
sendiri tanpa mencipta pada awalnya, kemudian baru menciptakan alam.
VI.
FILSAFAT ISLAM IBNU
RUSYD
1. Bagaimana pendapat Ibnu Rusyd mengenai tentang “Apakah alam ini mempunyai permulaan atau tidak”?
Jawaban :
Menurud Ibnu Rusyd alam ini adalah azali, tanpa
permulaan. Dengan demikian berarti bahwa bagi Ibnu Rusyd ada dua hal yang
azali, yaitu Tuhan dan alam itu sendiri. Hanya saja bagi Ibnu Rusyd, keazalian
Tuhan itu berbeda dengan keazalian alam. Menurutnya, keazalian Tuhan lebih
utama daripada keazalian alam.
Untuk memperkuat argumennya, ia menyatakan pembelaannya sebagai berikut :
Seandainya alam ini tidak azali, ada permulaannya, maka alam ini menjadi hadits
(baru), mesti ada yang menjadikannya, dan yang menjadikan alam, haruslah ada yang
menjadikan pula. Demikian berturut-turut tak ada habisnya.
Keadaan berantai seperti itu (tasalsul) dengan tiada berkeputusan akan
merupakan hal yang tidak dapat diterima akal pikiran. Jadi mustahil kalau alam
itu hadis (baru).
Karena diantara Tuhan dengan alam ada hubungan, meskipun tidak sampai pada
masalah perincian walhal Tuhan azali, dan Tuhan yang azali itu tidak akan
berhubungan sama, terkecuali dengan yang azali pula, maka seharusnya alam ini
azali, meskipun keazaliannya kurang utama daripada keazalian Tuhan.[13]
2. Bagaimana pendapat Ibnu Rusyd mengenai tentang “Apakah Tuhan mengetahui segala perincian juziyat”?
Jawaban :
Dalam usaha menjawab pertanyaan ini Ibnu Rusyd mengemukakan pendapat Aristoteles yang telah disetujuinya. Aristoteles
berpendapat bahwa Tuhan tidaklah mengetahui persoalah juziyat (hal-hal
partikular). Tuhan ibarat seorang kepala negara yang tidak mengetahui
persoalan-persoalan kecil didaerahnya.
Pendapat Aristoteles itu disetujuinya dengan
didasarkan atas argumen sebagai berikut: Yang menggerakkan itu yakni Tuhan Al Muharrik. Tuhan
itu merupakan akal yang murni bahkan merupakan akal yang setinggi-tingginya. Karena itu
pengetahuan dari akal yang tertinggi itu haruslah merupakan pengetahuan yang
tertinggi pula agar ada persesuaian antara yang mengetahui dan yang diketahui.
Dan karena itu pula tidak mungkin Tuhan itu mengetahui selain daripada zat-Nya
sendiri. Sebab tidak ada zat lain yang sama luhurnya dengan zat Tuhan.
Sesuatu yang diketahui Tuhan itu menjadi sebab
untuk adanya pengetahuan Tuhan. Jadi kalau Tuhan mengetahui pula hal-hal yang
kecil-kecil (juzilat/partikular), maka itu berarti bahwa pengetahuan Tuhan itu disebabkan hal hal yang
kurang sempurna daripadaNya. Ini adalah tidak wajar. Maka sudah seharusnya
kalau Tuhan tidak mengetahui selain dari zat-Nya sendiri. Aristoteles
menggambarkan Tuhan sebagai kehidupan yang abadi, sempurna dari segala jurusan
dan sudah puas dengan kesempurnaan zat-Nya sendiri.[14]
3. Bagaimana pendapat Ibnu Rusyd mengenai tentang “Manusia”?
Jawaban :
Dalam masalah manusia, Ibn Rusyd
juga dipengaruhi oleh teori Aristoteles. Sebagian dari alam, manusia terdiri dari
dua unsure materi dan forma. Jasad adalah materi dan jiwa adalah forma. Seperti
halnya Aristoteles, Ibnu Rusyd membuat definisi jiwa sebagai “kesempurnaan awal
bagi jisim alami yang organis.” Jiwa disebut sebagai kesempurnaan awal untuk
membedakan dengan kesempurnaan lain yang merupakan pelengkap darinya, seperti
yang terdapat pada berbagai perbuatan. Sedangkan disebut organis untuk
menunjukan kepada jisim yang terdiri dari anggota-anggota.
[1]
Oemar Amin Hoesin, Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1961), Cet. 1, hlm. 78
[2] Ibid.,
[3] Ibid.,
hlm. 43
[4] Poerwantana,
dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1988),
Cet. 1, hlm. 130
[5] Ibid.,
hlm. 131
[6]
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1973), Cet.9, hlm. 24
[7] Ibid.,
hlm. 22
[8]
Oemar Amin Hoesin, Op. Cit., hlm. 106
[9] Ibid.,
hlm. 98
[10] Ibid.,
hlm. 124
[11]
Poerwantana, dkk, Op. Cit, hlm. 157
[12] Ibid.,
hlm. 158
[13]
Ibid., hlm. 204
[14]
Ibid., hlm. 203
Tidak ada komentar:
Posting Komentar