TINDAK PIDANA ATAS SELAIN JIWA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah
: Fiqh Jinayah
Dosen Pengampu
: Ali Mukhtar, H, Lc, M.A
Disusun
Oleh:
1. M. Amiq Fahmi (103
111 067)
2. M. Khoirul Anam (103
111 068)
3. M. Latief Wibowo (103
111 069)
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
TINDAK PIDANA ATAS SELAIN JIWA
I.
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna.
Dikatakan sempurna karena Islam telah mampu menjawab segala permasalahan
makhluk dan menghadirkan risalah yang komplit adapun disebut paripurna karena
Islam merupakan risalah terakhir yang telah menyempurnakan risalah sebelumnya,
dan tidak ada lagi risalah yang haq setelahnya.
Salah satu bukti kesempurnaan Islam adalah lengkapnya
risalah mengenai sistem hukum Islam. Hukum pidana sebagai bagian dari sistem
hukum Islam yang sudah jelas keberadaan dan keadilannya. Salah satu yang diatur
dalam hukum pidana Islam adalah hukuman bagi penganiayaan atau tindak pidana
tanpa menghilangkan jiwa.
Untuk itu pada makalah ini akan sedikit dipaparkan
mengenai apa pengertian tindak pidana atas selain jiwa, apa saja macam-macam
tindak pidana atas selain jiwa, dan bagaimana penerapan hukuman untuk tindak
pidana atas selain jiwa.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa Pengertian Tindak Pidana Atas Selain Jiwa?
B.
Apa Saja Macam-macam Tindak Pidana Atas Selain Jiwa?
C.
Bagaiman Hukuman
Untuk Tindak Pidana Atas Selain Jiwa ?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tindak Pidana Atas Selain Jiwa
Yang dimaksud dengan tindak pidana atas selain jiwa,
seperti yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah setiap perbuatan
menyakiti orang lain yang mengenai badannya, tetapi tidak sampai menghilangkan
nyawanya. Pengertian ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Wahbah
Zuhaili, bahwa tindak pidana atas selain jiwa adalah setiap tindakan yang
melawan hukum atas badan manusia, baik berupa pemotongan anggota badan,
pelukaan, maupun pemukulan, sedangkan jiwa atau nyawa dan hidupnya masih tetap
tidak terganggu.
Inti dari unsur tindak pidana atas selain jiwa seperti
yang dikemukakan dalam definisi di atas adalah perbuatan menyakiti, setiap
jenis pelanggaran yang bersifat menyakiti atau merusak anggota badan manusia,
seperti pelukaan, pemukulan, pencekikan, pemotongan, dan penempelengan. Oleh
karena itu sasaran tindak pidana ini adalah badan atau jasmani manusia maka
perbuatan yang menyakiti perasaan orang tidak termasuk dalam definisi di atas,
karena perasaan bukan jasmani dan sifatnya abstrak, tidak konkrit. Perbuatan
yang menyakiti perasaan dapat dimasukkan kedalam tindak pidana penghinaan atau
tindak pidana lain.[1]
B.
Macam-Macam
Tindak Pidana Atas Selain Jiwa
Ada dua klasifikasi dalam menentukan pembagian tindak
pidana atas selain jiwa ini, yaitu:
1.
Ditinjau dari segi niatnya
a.
Tindak pidana atas selain jiwa dengan sengaja
Pengertian tindak pidana atas selain jiwa dengan
sengaja, seperti dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah, adalah:
فا لعمد هوما تعمد فيه الجا نى الفعل بقصد العد
وا ن
“Perbuatan sengaja
adalah setiap perbuatan dimana pelaku sengaja melakukan perbuatan dengan maksud
melawan hukum”.
Dari definisi tersebut dapat diambil asumsi bahwa dalam
tindak pidana atas selain jiwa dengan sengaja, pelaku sengaja melakukan
perbuatan yang dilarang dengan maksud supaya perbuatannya itu mengenai dan
menyakiti orang lain. Sebagai contoh, seseorang yang dengan sengaja melempar
orang lain dengan batu, dengan maksud supaya batu itu mengenai badan atau
kepalanya.
b.
Tindak pidana atas selain jiwa dengan tidak
disengaja
Tindak pidana atas selain jiwa dengan tidak disengaja
adalah:
والخطأ هوما تعمد فيه الجا نى الفعل دو
ن قصد العد وان
"Perbuatan karena kesalahan adalah
suatu perbuatan dimana pelaku sengaja melakukan suatu perbuatan, tetapi tidak
ada maksud melawan hukum".
Dari definisi tersebut dapat diambil suatu pengertian
bahwa dalam tindak pidana atas selain jiwa dengan tidak disengaja, pelaku
memang melaukan suatu perbuatan, tetapi perbuatan tersebut sama sekali tidak
dimaksudkan untuk mengenai atau menyakiti orang lain. Namun kenyataannya memang
ada korban yang terkena oleh perbuatannya itu. Sebagai contoh, seseorang yang
melemparkan batu dengan maksud untuk membuangnya, namun karena kurang hati-hati
batu tersebut mengenai orang yang lewat dan melukai.
2.
Ditinjau dari segi objeknya atau sasarannya
a.
Penganiayaan atas anggota badan dan semacamnya
Adapun yang dimaksud dengan penganiayaan atas anggota
badan dan semacamnya adalah tindakan perusakan terhadap anggota badan dan
anggotalain yang disertakan dengan anggota badan, baik berupa pemotongan dan
pelukaan. Dalam kelompok ini termasuk pemotongan tangan, kaki, jari, kuku,
hidung, zakar, biji pelir, telinga,bibir, pencongkelan mata, merontokan gigi,
pemotongan rambut, alis, bulu mata, jenggot, kumis, bibir kemaluan perempuan,
dan lidah.
b.
Menghilangkan manfaat anggota badan sedangkan
jenisnya masih tetap utuh
Maksud dari jenis ini adalah tindakan yang merusak
manfaat dari anggota badan, sedangkan jenis anggota badannya masih utuh. Dengan
demikian, apabila anggota badannya hilang atau rusak sehingga manfaatnya juga
ikut hilang maka perbuatannya termasuk kelompok pertama, yaitu perusakan
anggota badan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah menghilangkan daya
pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan lidah, kemampuan berbicara,
bersetubuh, dan lain-lain.
c.
Asy-Syajjaj
Asy-Syajjaj adalah pelukaan khusus pada bagian
muka dan kepala. Sedangkan pelukaan atas selain muka dan kepala termasuk
kelompok keempat yaitu al-Jirah.
Imam Abu hanifah berpendapat bahwa syajjaj pelukaan
pada bagian muka dan kepala, tetapi khusus di bagian-bagian tulang saja,
seperti dahi. Sedangkan pipi yang banyak dagingnya tidak termasuk syajjaj, tetapi
ulama yang lain berpendapat bahwa syajjaj adalah pelukan pada bagian
muka dan kepala secara mutlak. Adapun organ-organ tubuh yang termasuk kelompok
anggota badan meskipun ada pada bagian muka, seperti mata, telinga, dan
lain-lain tidak termasuk syajjaj.
Menurut Imam Abu Hanifah, syajjaj itu ada
sebelas macam, diantaranya:
1)
Al-Kharishah, yaitu pelukaan atas kulit, tetapi
tidak sampe mengeluarkan darah.
2) Ad-Dami’ah, yaitu pelukaan yang mengakibatkan
pendarahan, tetapi darahnya tidak sampe mengalir, melainkan seperti air mata.
3)
Ad-Damiyah, yaitu pelukaan yang berakibat mengalirkan darah.
4)
Al-Badhiyah,
yaitu pelukaan yang sampe memotong daging.
5) Al-Mutalahimah, yaitu pelukaan yang
memotong daging lebih dalam dari pada Al-Badhi’ah
6)
As-Simhaq,
yaitu pelukaan yang memotong daging lebih dalam lagi dari pada simhaq.
7) Al-Mudhihah, yaitu pelukaan yang lebih dalam,
sehingga memotong atau merobek selaput dan tulangnya kelihatan.
8) Al-Hashimah, Yaitu pelukaan yang lebih dalam
lagi, sehingga memotong atau memecahkan tulang.
9) Al-Munqilah, yaitu pelukaan yang bukan hanya
sekedar memotong tulang sampai memindahkan posisi tulang dari tempat asalnya.
10)Al-Ammah, yaitu pelukaan yang lebih dalam lagi sehingga
sampai kepada ummud dimagh. Yaitu selabut antara tulang dan otak.
d.
Al-Jirah
Al-Jirah adalah pelukaan pada anggota badan
selain wajah, kepala dan athraf. Anggota badan yang pelukaannya termasuk
jirah ini meliputi leher, dada, perut, sampai batas pinggul. Al-Jirah
ini ada dua macam, yaitu:
1) Jaifah, yaitu pelukaan yang sampai kebagian
dalam dari dada dan perut, baik pelukaannya dari depan, belakang maupun
samping.
2) Ghair jaifah, pelukaan yang tidak sampai ke
bagian dalam dari dada atau perut, melainkan hanya pada bagian luarnya saja.[2]
C.
Hukuman Untuk Tindak Pidana Atas Selain Jiwa
1.
Hukuman untuk ibanah (perusakan) athrah dan
sejenisnya
Athrah, menurut para fuqaha adalah tangan dan
kaki. Pengertian tersebut diperluas kepada anggota badan yang lain sejenis
athraf, yaitu, jari, kuku, bulu, mata, dan bibir kemaluan perempuan. Sedangkan
tindakan perusakan athraf (anggota badan) dan sejenisnya, meliputi tindakan
pemotongan, seperti pada tangan dan kaki, pencongkelas seperti pada mata, dan
pencabutnya seperti pada gigi, serta tindakan lain yang sesuai dengan jenis
anggota badanya.
Hukum pokok untuk perusakan athraf dengan sengaja
adalah qishash, sedangkan hukuman penggatinnya adalah diat atau ta’zir. Adapun
hukuman pokok untuk perusakan athraf yang menyerupai sengaja dan kekeliruan
adalah diat, sedangkan hukuman penggatinnya adalah ta’zir.[3]
a.
Hukuman qishash
Di atas telah dikemukaan bahwa hukuman qishash
merupakan hukuman untuk tindak pidana atas selain jiwa dengan sengaja. Hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 45:
$oYö;tFx.ur öNÍkön=tã !$pkÏù ¨br& }§øÿ¨Z9$# ħøÿ¨Z9$$Î/ ú÷üyèø9$#ur Èû÷üyèø9$$Î/ y#RF{$#ur É#RF{$$Î/ cèW{$#ur ÈbèW{$$Î/ £`Åb¡9$#ur Çd`Åb¡9$$Î/ yyrãàfø9$#ur ÒÉ$|ÁÏ% 4 `yJsù X£|Ás? ¾ÏmÎ/ uqßgsù ×ou$¤ÿ2 ¼ã&©! 4 `tBur óO©9 Nà6øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÍÎÈ
Artinya: “Dan kami Telah tetapkan
terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa,
mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan
gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. barangsiapa yang melepaskan (hak kisas)
nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. barangsiapa tidak
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah
orang-orang yang zalim.”[4]
Sedangkan diat
dan ta’zir merupakan hukuman penggati yang menempati tempat qishash. Sehubungan
dengan hal tersebut, pada prinsipnya hukuman pokok (qishash) dan hukuman
pengganti (diat dan ta’zir) tidak dapat dijatuhkan bersama-sama
dalam satu jenis tindak pidana, karena penggabungan hukum tersebut dapat menafikan
karakter penggantian. Konsekuensi lebih lanjut dari karakter pengganti ini
adalah bahwa hukuman pengganti tidak dapat dilaksankan kecuali apabila hukuman
pokok tidak bisa dilaksanakan.
b.
Hukuman Diat
Hukuman diat adalah hukuman pengganti untuk qishash
apabila hukuman qishash terhalang suatu sebab, atau gugur karena sebab-sebab
yang baru saja dibicarakan.
Diat, baik sebagai hukuman pokok maupun sebagai
hukuman pengganti digunakan untuk pengertian diat yang penuh (Kamilah),
yaitu seratus sekor unta. Adapun hukuman yang kurang dari diat yang penuh maka
digunakan dengan istilah irsy.
Irsy disebut juga dengan ganti rugi, ganti
rugu di sini ada dua macam yaitu, irsy yang sudah ditentukan(irsy
muqadar), dan irsy yang belum ditentukan (irsy ghair
muqadar).
Hukuman diat (Kamilah) berlaku apabila manfaat
jenis badan hilang seluruhnya. seperti hilangnya kedua tangan, sedangkan irsy
berlaku apabila manfaat jenis anggota badan itu hilang sebagian, sedangkan
sebagian yang lain masih utuh.[5]
2.
Hukuman pengaiayaan terhadap anggota tubuh yang
menimbulkan Diat penuh
Penganiayaan terhadap
anggota tubuh tubuh dapat menimbulkan diat penuh (Kamilaah), apabila
terjadi pada hal-hal berikut:
a.
Hilangnya akal.
b.
Hilangnya pendengaran karena kedua telinga dihilangkan.
c. Hilangnya
penglihatan karena kedua mata dirusak.
d.
Hilangnya suara karena lidah atau dua bibir dipotong.
e.
Hilangnya daya cium karena hidung dipotong.
f.
Hilangnya kemampuan melakukan hubungan seksual, karena
kemaluan dirusak.
g.
Hilangnya kedua tangan atau kedua kaki.
h.
Hilangnya kemampuan untuk berdiri, atau duduk, karena
tulang punggung diremukan.
3.
Penganiayaan yang menimbulkan diat separuh
Penganiayaan terhadap
anggota tubuh yang dapat menimbulkan diat separuh apabila terjadi hal-hal
sebagai berikut:
a.
Salah satu dari dua mata.
b.
Salah satu dari dua telinga.
c.
Salah satu dari dua tangan.
d.
Salah satu dari dua kaki.
e.
Salah satu dari dua bibir.
f.
Salah satu dari dua pantat.
g.
Salah satu dari dua alis.
h.
Salah satu dari dua payudara.[6]
IV.
KESIMPULAN
Tindak pidana atas selain jiwa adalah setiap tindakan
yang melawan hukum atas badan manusia, baik berupa pemotongan anggota badan,
pelukaan, maupun pemukulan, sedangkan jiwa atau nyawa dan hidupnya masih tetap
tidak terganggu.
Tindak pidana atas selain jiwa dibagi menjadi:
1.
Ditinjau dari segi niatnya
a.
Tindak pidana atas selain jiwa dengan sengaja
b.
Tindak pidana atas selain jiwa dengan tidak sengaja
2.
Ditinjau dari segi objeknya
a.
Penganiayaan atas anggota badan dan semacamnya
b.
Menghilangkan manfaat anggota badan sedangkan jenisnya
masih tetap utuh
c.
Asy-syajjaj
d.
Al-jirah
V.
PENUTUP
Demikianlah
tugas makalah mata kuliah Fiqh Jinayah ini dibuat, kami menyadari dalam penulisan makalah ini
banyak sekali kesalahan dan kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang
konstruktif demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami,
semoga makalah ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi para pembaca pada
umumnya dan khususnya bagi para pemakalah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Faruk, Asadulloh. 2009. Hukum Pidana Dalam
Sistem Hukum Islam. Bogor: Ghalia Indonesia.
Marsuni. 1991. Jinayat Hukum Pidana Islam.
Yogyakarta: UIN Yogyakarta.
Muslich, Ahmad Wardi. 2005. Hukum Pidana Islam.
Jakarta: Sinar Grafika.
![]() |
|||
![]() |

[1]
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 179
[2]
Ahmad Wardi Muslich, Hukum pidana islam, hlm.180-183
[3]
Ahmad Wardi Muslich, Hukum pidana islam, hlm.185
[4]
Marsuni, Jinayat Tindak Pidana Islam, (Yogyakarta: UIN Yogyakarta, 1991),
hlm. 191
[5]
Ahmad Wardi Muslich, Hukum pidana islam, hlm. 195-196
[6]Asadulloh
Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, (Bogor : Ghalia
Indonesia, 2009), hlm. 50-51
Tidak ada komentar:
Posting Komentar