
NIM :
103111067
MAKUL : Fiqh
Jinayah
DOSEN : H.
Ali Muchtar, Lc, MA.
SOAL DAN JAWABAN FIQH
JINAYAH
1.
Apa yang anda ketahui
tentang jarimah ( جريمة ) dan uqubah
( عقوبة ) ?
Jawaban :
a)
Jarimah
Jarimah ( جريمة ) menurut
bahasa adalah kesalahan, kekejaman, dosa. Sedangkan jarimah secara
istilah yaitu, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Al-Mawardi adalah sebagai
berikut:
Artinya: “ Jarimah adalah
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah SWT
dengan hukuman had atau ta’zir. “
Dalam istilah lain jarimah disebut juga dengan jinayah. Menurut
Abdul Qodir Audah pengertian jinayah adalah sebagai berikut:
فالجناية إسم لفعل محرّم شرعا ، سواء
وقع الفعل على نفس أو مال أو غير ذالك .
Artinya : “ Jinayah adalah suatu nama untuk
perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa,
harta, atau lainnya. “
b)
Uqubah
Uqubah ( عقوبة
) menurut bahasa adalah siksa, hukuman, akibat. Sedangkan uqubah menurut
istilah yaitu, sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Qodir Audah adalah
sebagai berikut:
العقوبة هي الجزاء المقرّر لمصلحة
الجماعة على عصيان أمر الشارع .
Artinya: “ Hukuman adalah pembalasan yang
ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas
ketentuan-ketentuan syara’ “
2.
Bagaimana hukum persetubuhan
karena dipaksa?
Jawaban :
Para ulama’ telah sepakat bahwa tidak ada hukuman had bagi wanita yang
dipaksa untuk melakukan persetubuhan yang dilarang (zina). Dalam hal ini
keadaan tersebut dapat digolongkan kepada keadaan darurat. Alasannya adalah
firman Allah SWT :
a)
Surat Al-Baqarah ayat 173
$yJ¯RÎ)
tP§ym
ãNà6øn=tæ
sptGøyJø9$#
tP¤$!$#ur zNóss9ur
ÍÌYÏø9$#
!$tBur
¨@Ïdé&
¾ÏmÎ/ ÎötóÏ9
«!$#
( Ç`yJsù
§äÜôÊ$#
uöxî
8ø$t/ wur
7$tã Ixsù
zNøOÎ)
Ïmøn=tã
4 ¨bÎ)
©!$#
Öqàÿxî íOÏm§ ÇÊÐÌÈ
Artinya
: “ Sesungguhnya Allah
Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. “ ( QS.
Al-Baqarah : 173 )
b)
Surat Al-An’aam ayat 119
$tBur
öNä3s9
wr&
(#qè=à2ù's? $£JÏB tÏ.è
ÞOó$#
«!$#
Ïmøn=tã
ôs%ur
@¢Ásù
Nä3s9 $¨B tP§ym
öNä3øn=tæ
wÎ)
$tB óOè?öÌäÜôÊ$#
Ïmøs9Î)
3 ¨bÎ)ur
#ZÏWx.
tbq=ÅÒã©9 OÎgͬ!#uq÷dr'Î/ ÎötóÎ/
AOù=Ïæ
3 ¨bÎ)
/u
uqèd
ÞOn=÷ær&
tûïÏtG÷èßJø9$$Î/ ÇÊÊÒÈ
Artinya : “ Mengapa kamu tidak mau memakan
(binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya,
padahal Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. dan
Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang
lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah
yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas. “ ( QS. Al-An’aam :
119 )
Alasan lain adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Majah,
Baihaqi, dan lain-lain dari Ibn Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda :
إن الله تعالى وضع عن أمتي الخطأ
والنسيان وما استكرهوا عليه ( رواه البيهقي عن ابن عبّاس )
Artinya : “ Sesungguhnya Allah SWT
mengampuni umatku atas perbuatan yang dilakukan karena kekeliruan, lupa, dan
apa yang dipaksakan atasnya. “ ( HR. Baihaqi )
Akan tetapi, apabila yang dipaksa untuk berzina itu laki-laki, menurut
pendapat yang marjuh (lemah) di dalam mazhab Maliki, Hanafi, Syafi’i,
Hambali, dan Syi’ah Zaidiyah, ia tetap harus dikenai hukuman had. Alasan mereka
adalah kalau yang dipaksa itu wanita, kemungkinannya besar sekali, karena
wanita itu tugasnya adalah menyerahkan dirinya. Tetapi kalau laki-laki, tidak
bisa dikatakan dipaksa apabila alat kelaminnya menegang, karena tegangnya itu
menunjukkan kesediaannya. Baru apabila alat kelaminnya tidak menegang tetapi
tetap dipaksa maka di sini laki-laki tersebut tidak dikenakan hukuman had.
Menurut pendapat yang rajih (kuat) dari mazhab-mazhab tersebut,
tidak ada hukuman had bagi laki-laki yang dipaksa untuk berzina, karena paksaan
itu baik terhadap laki-laki maupun perempuan statusnya sama saja. Alasannya
adalah kalau masalah tegangnya alat kelamin itu kadang-kadang merupakan
pembawaan (tabiat) dan hal itu lebih banyak menunjukkan sifat kejantanannya
dari pada kesediaannya. Terlepas dari itu semua, ikroh atau paksaan itu
sendiri merupakan syubhat yang dapat menyebabkan gugurnya hukuman had.
Golongan Zhahiriyah berpendapat bahwa tidak ada hukuman had bagi orang
yang dipaksa untuk berzina, baik laki-laki maupun perempuan. Apabila seorang
wanita menahan seorang laki-laki atau sebaliknya untuk dipaksa berzina dengan
dirinya maka tidak ada hukuma had bagi orang yang dipaksa, baik ia laki-laki
maupun perempuan, apakah kemaluannya menegang atau tidak, baik keluar mani
maupun tidak.
3.
Bagaimana hukumnya bila seseorang
menyetubuhi binatang?
Jawaban :
Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa menyetubuhi binatang tidak
dianggap sebagai zina, tetapi tetap merupakan perbuatan maksiat yang dikenai
hukuman ta’zir. Demikian pula apabila hal itu dilakukan oleh seorang
wanita terhadap binatang jantan, seperti kera atau anjing.
Di kalangan mazhab Syafi’i dan Hambali ada dua pendapat. Pendapat yang rajih
( kuat ) sama dengan pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah, sedangkan menurut
pendapat yang kedua, perbuatan tersebut dianggap sebagai zina dan hukumannya
adalah hukuman mati. Pendapat ini didasarkan kepada hadits Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, dan At-Turmudzi :
عن عكرمة عن ابن عبّاس أنّ النّبيّ صلّى
الله عليه وسلّم قال : من وقع على بهيمة فاقتلواه واقتلوا البهيمة ( رواه أحمد
وأبو داود والترمذي )
Artinya : “ Dari Ikrimah dari Ibn Abbas
bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW, bersabda : “ Barang siapa yang
menyetubuhi binatang maka bunuhlah ia dan bunuhlah pula binatang itu” . “ (
HR. Ahmad, Abu Dawud, dan At-Turmudzi )
Tetapi sebagian ulama’ Syafi’iyyah berpendapat bahwa hukumannya sama
dengan zina. Apabila muhshon ( محصن ) maka
hukumannya rajam, dan apabila ia ghoiru muhshon ( غير محصن ) maka hukumannya didera seratus kali
ditambah dengan pengasingan selama satu tahun. Pendapat ini merupakan pendapat
yang rajih ( kuat ) dalam mazhab Syi’ah Zaidiyah, sementara pendapat
yang marjuh ( lemah ) sama dengan pendapat Imam Malik dan Imam Abu Hanifah.
Selanjutnya apabila yang melakukan persetubuhan dengan binatang itu
seorang wanita maka menurut mazhab Syafi’i dan Hambali hukumannya sama dengan
pelaku laki-laki. Adapun menurut sebagian Syafi’iyyah, pelaku wanita hanya
dikenai hukuman ta’zir.
4.
Bagaimana hukumnya bila
seseorang merampok dengan mengambil harta orang lain tanpa membununya?
Jawaban :
Apabila jenis perampokan hanya mengambil harta tanpa membunuh maka
menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Syi’ah Zaidiyah,
hukumannya adalah dipotong tangan dan kakinya dengan bersilang, yaitu dipotong
tangan kanan dan kaki kirinya. Mereka beralasan dengan firman Allah SWT :
$yJ¯RÎ)
(#ätÂty_ tûïÏ%©!$# tbqç/Í$ptä
©!$#
¼ã&s!qßuur
tböqyèó¡tur
Îû ÇÚöF{$#
#·$|¡sù
br& (#þqè=Gs)ã
÷rr&
(#þqç6¯=|Áã
÷rr&
yì©Üs)è?
óOÎgÏ÷r& Nßgè=ã_ör&ur ô`ÏiB A#»n=Åz ÷rr&
(#öqxÿYã ÆÏB
ÇÚöF{$#
4 Ï9ºs óOßgs9
Ó÷Åz
Îû $u÷R9$#
( óOßgs9ur
Îû ÍotÅzFy$#
ë>#xtã íOÏàtã ÇÌÌÈ
Artinya
: “ Sesungguhnya
pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong
tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. “ ( QS.
Al-Maaidah : 33 )
Imam Malik berpendapat, bahwa sesuai dengan penafsiran terhadap huruf aw
( أو ) dalam surat Al-Maaidah ayat 33, hukuman
untuk pelaku perampokan dalam pengambilan harta ini diserahkan kepada hakim
untuk memilih hukuman-hukuman yang terdapat dalam surat Al-Maaidah ayat 33,
asal jangan pengasingan. Hal ini karena hirabah itu adalah pencurian berat,
sedangkan hukuman pokok untuk pencurian adalah potong tangan. Oleh karena itu,
untuk perampokan ini (mengambil harta tanpa membunuh) tidak boleh lebih ringan
dari pada potong tangan. Itulah sebabnya maka pengasingan tidak termasuk salah
satu alternatif hukuman yang dapat dipilih oleh hakim. Sedangkan Zhahiriyah,
seperti telah diuraikan di atas, menganut alternatif ( khiyar ) mutlak,
sehingga hakim dibolehkan untuk memilih hukuman apa saja dari empat jenis
hukuman yang tercantum dalam surat Al-Maaidah ayat 33 tersebut.
5.
Bagaimana hukumnya bila
seseorang bertani popy dan ganja dengan maksud akan menjual dan memprosesnya
untuk dijadikan candu yang akan digunakan sendiri atau diperdagangkan?
Jawaban :
Menanam ganja atau candu dengan maksud akan membuat benda memabukkan
untuk dipakai sendiri atau dijual-belikan adalah haram hukumnya. Alasannya
yaitu:
a) Keterangan yang terdapat dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lain-lain dari Ibn Abbas, dari
Rasululah SAW bersabda :
إن من حبس العنب أيّام القطّاف حتّى
يبيعه ممن يتخذه خمرا فقد تقحّم النار ( رواه أبو داود ) .
Artinya : “ Sesungguhnya orang yang memerah
anggur pada hari-hari memetiknya kemudian menjualnya kepada orang yang akan
menjadikannya khamr, maka sesungguhnya dia telah menceburkan diri ke neraka. “ (
HR. Abu Dawud )
Hadits ini menunjukkan haramnya menanam ganja dan candu untuk
maksud-maksud seperti tersebut di atas.
b) Bahwa perbuatan seperti itu
berarti mendukung kemaksiatan, yaitu menggunakan benda-benda yang memabukkan
atau memperjual-belikan, karena Islam melarang saling bantu-membantu dalam
perbuatan kemaksiatan, sebagai mana firman Allah SWT :
n?tã
ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur
(#qçRur$yès?
n?tã ÉOøOM}$#
Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$#
( ¨bÎ)
©!$#
ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya : “ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” ( QS. Al-Maidah: 2 )
c)
Bahwa menanam tanaman-tanaman yang
memabukkan untuk maksud tersebut tadi berarti relanya si penanam terhadap
penggunaan benda-benda tersebut atau diperjual-belikannya. Sikap rela terhadap
kemaksiatan adalah juga maksiat. Sebab tidak setujunya seseorang, yang berarti
hatinya benci kepada suatu kemungkaran, merupaka kewajiban yang dibebankan
kepada setiap muslim dalam setiap saat. Bahkan dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Muslim, Rasulullah bersabda:
إن من لم ينكر المنكر بقلبه - بالمعنى
الذي أسلفنا - ليس
عنده من الإيمان حبّة خردل ( رواه مسلم ) .
Artinya : “ Sesungguhnya orang yang tidak
mengingkari kemungkaran dengan hatinya - dalam artian terdahulu - adalah orang
yang tak memiliki iman secuilpun. “ (HR. Muslim)
Menanam ganja dan candu merupakan kemaksiatan lain, setelah adanya
larangan pemerintah melalui undang-undang. Sebabnya ialah bahwa mentaati
pemerintah dalam hal-hal tidak maksiat adalah wajib menurut ijma’ ulama’,
sebagaimana dikatan oleh Imam Nawawi dalam syarah Muslim pada bab “ mentaati
pemerintah “. Selanjutnya dikatakan bahwa alasan ini merupakan dalil terakhir
tentang haramnya menggunakan dan memperjual-belikan benda-benda yang
memabukkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar