Senin, 06 Januari 2014

SOAL UTS FIQIH JINAYAH

NAMA           : M. Amiq Fahmi
NIM                : 103111067
MAKUL        : Fiqh Jinayah
DOSEN          : H. Ali Muchtar, Lc, MA.


SOAL DAN JAWABAN FIQH JINAYAH
1.      Apa yang anda ketahui tentang jarimah ( جريمة ) dan uqubah ( عقوبة ) ?
Jawaban :
a)      Jarimah
Jarimah ( جريمة ) menurut bahasa adalah kesalahan, kekejaman, dosa. Sedangkan jarimah secara istilah yaitu, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Al-Mawardi adalah sebagai berikut:
الجرائم محظورات شرعية زجر الله تعالى عنها بحد أو تعزير .
Artinya: “ Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah SWT dengan hukuman had atau ta’zir. “

Dalam istilah lain jarimah disebut juga dengan jinayah. Menurut Abdul Qodir Audah pengertian jinayah adalah sebagai berikut:
فالجناية إسم لفعل محرّم شرعا ، سواء وقع الفعل على نفس أو مال أو غير ذالك .
Artinya : “ Jinayah adalah suatu nama untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau lainnya. “

b)     Uqubah
Uqubah ( عقوبة ) menurut bahasa adalah siksa, hukuman, akibat. Sedangkan uqubah menurut istilah yaitu, sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Qodir Audah adalah sebagai berikut:
العقوبة هي الجزاء المقرّر لمصلحة الجماعة على عصيان أمر الشارع .
Artinya: “ Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara’ “

2.      Bagaimana hukum persetubuhan karena dipaksa?
Jawaban :
Para ulama’ telah sepakat bahwa tidak ada hukuman had bagi wanita yang dipaksa untuk melakukan persetubuhan yang dilarang (zina). Dalam hal ini keadaan tersebut dapat digolongkan kepada keadaan darurat. Alasannya adalah firman Allah SWT :
a)      Surat Al-Baqarah ayat 173
$yJ¯RÎ) tP§ym ãNà6øn=tæ sptGøŠyJø9$# tP¤$!$#ur zNóss9ur ͍ƒÌYÏø9$# !$tBur ¨@Ïdé& ¾ÏmÎ/ ÎŽötóÏ9 «!$# ( Ç`yJsù §äÜôÊ$# uŽöxî 8ø$t/ Ÿwur 7Š$tã Ixsù zNøOÎ) Ïmøn=tã 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî íOŠÏm§ ÇÊÐÌÈ
Artinya : “ Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ ( QS. Al-Baqarah : 173 )

b)      Surat Al-An’aam ayat 119
$tBur öNä3s9 žwr& (#qè=à2ù's? $£JÏB tÏ.èŒ ÞOó$# «!$# Ïmøn=tã ôs%ur Ÿ@¢Ásù Nä3s9 $¨B tP§ym öNä3øn=tæ žwÎ) $tB óOè?ö̍äÜôÊ$# Ïmøs9Î) 3 ¨bÎ)ur #ZŽÏWx. tbq=ÅÒã©9 OÎgͬ!#uq÷dr'Î/ ÎŽötóÎ/ AOù=Ïæ 3 ¨bÎ) š­/u uqèd ÞOn=÷ær& tûïÏtG÷èßJø9$$Î/ ÇÊÊÒÈ
Artinya : “ Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas. “ ( QS. Al-An’aam : 119 )
Alasan lain adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Majah, Baihaqi, dan lain-lain dari Ibn Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda :
إن الله تعالى وضع عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه ( رواه البيهقي عن ابن عبّاس )
Artinya : “ Sesungguhnya Allah SWT mengampuni umatku atas perbuatan yang dilakukan karena kekeliruan, lupa, dan apa yang dipaksakan atasnya. “ ( HR. Baihaqi )

Akan tetapi, apabila yang dipaksa untuk berzina itu laki-laki, menurut pendapat yang marjuh (lemah) di dalam mazhab Maliki, Hanafi, Syafi’i, Hambali, dan Syi’ah Zaidiyah, ia tetap harus dikenai hukuman had. Alasan mereka adalah kalau yang dipaksa itu wanita, kemungkinannya besar sekali, karena wanita itu tugasnya adalah menyerahkan dirinya. Tetapi kalau laki-laki, tidak bisa dikatakan dipaksa apabila alat kelaminnya menegang, karena tegangnya itu menunjukkan kesediaannya. Baru apabila alat kelaminnya tidak menegang tetapi tetap dipaksa maka di sini laki-laki tersebut tidak dikenakan hukuman had.
Menurut pendapat yang rajih (kuat) dari mazhab-mazhab tersebut, tidak ada hukuman had bagi laki-laki yang dipaksa untuk berzina, karena paksaan itu baik terhadap laki-laki maupun perempuan statusnya sama saja. Alasannya adalah kalau masalah tegangnya alat kelamin itu kadang-kadang merupakan pembawaan (tabiat) dan hal itu lebih banyak menunjukkan sifat kejantanannya dari pada kesediaannya. Terlepas dari itu semua, ikroh atau paksaan itu sendiri merupakan syubhat yang dapat menyebabkan gugurnya hukuman had.
Golongan Zhahiriyah berpendapat bahwa tidak ada hukuman had bagi orang yang dipaksa untuk berzina, baik laki-laki maupun perempuan. Apabila seorang wanita menahan seorang laki-laki atau sebaliknya untuk dipaksa berzina dengan dirinya maka tidak ada hukuma had bagi orang yang dipaksa, baik ia laki-laki maupun perempuan, apakah kemaluannya menegang atau tidak, baik keluar mani maupun tidak.

3.      Bagaimana hukumnya bila seseorang menyetubuhi binatang?
Jawaban :
Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa menyetubuhi binatang tidak dianggap sebagai zina, tetapi tetap merupakan perbuatan maksiat yang dikenai hukuman ta’zir. Demikian pula apabila hal itu dilakukan oleh seorang wanita terhadap binatang jantan, seperti kera atau anjing.
Di kalangan mazhab Syafi’i dan Hambali ada dua pendapat. Pendapat yang rajih ( kuat ) sama dengan pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah, sedangkan menurut pendapat yang kedua, perbuatan tersebut dianggap sebagai zina dan hukumannya adalah hukuman mati. Pendapat ini didasarkan kepada hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, dan At-Turmudzi :
عن عكرمة عن ابن عبّاس أنّ النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم قال : من وقع على بهيمة فاقتلواه واقتلوا البهيمة ( رواه أحمد وأبو داود والترمذي )
Artinya : “ Dari Ikrimah dari Ibn Abbas bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW, bersabda : “ Barang siapa yang menyetubuhi binatang maka bunuhlah ia dan bunuhlah pula binatang itu” . “ ( HR. Ahmad, Abu Dawud, dan At-Turmudzi )

Tetapi sebagian ulama’ Syafi’iyyah berpendapat bahwa hukumannya sama dengan zina. Apabila muhshon ( محصن ) maka hukumannya rajam, dan apabila ia ghoiru muhshon ( غير محصن ) maka hukumannya didera seratus kali ditambah dengan pengasingan selama satu tahun. Pendapat ini merupakan pendapat yang rajih ( kuat ) dalam mazhab Syi’ah Zaidiyah, sementara pendapat yang marjuh ( lemah ) sama dengan pendapat  Imam Malik dan Imam Abu Hanifah.
Selanjutnya apabila yang melakukan persetubuhan dengan binatang itu seorang wanita maka menurut mazhab Syafi’i dan Hambali hukumannya sama dengan pelaku laki-laki. Adapun menurut sebagian Syafi’iyyah, pelaku wanita hanya dikenai hukuman ta’zir.

4.      Bagaimana hukumnya bila seseorang merampok dengan mengambil harta orang lain tanpa membununya?
Jawaban :
Apabila jenis perampokan hanya mengambil harta tanpa membunuh maka menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Syi’ah Zaidiyah, hukumannya adalah dipotong tangan dan kakinya dengan bersilang, yaitu dipotong tangan kanan dan kaki kirinya. Mereka beralasan dengan firman Allah SWT :
$yJ¯RÎ) (#ätÂty_ tûïÏ%©!$# tbqç/Í$ptä ©!$# ¼ã&s!qßuur tböqyèó¡tƒur Îû ÇÚöF{$# #·Š$|¡sù br& (#þqè=­Gs)ム÷rr& (#þqç6¯=|Áム÷rr& yì©Üs)è? óOÎgƒÏ÷ƒr& Nßgè=ã_ör&ur ô`ÏiB A#»n=Åz ÷rr& (#öqxÿYムšÆÏB ÇÚöF{$# 4 šÏ9ºsŒ óOßgs9 Ó÷Åz Îû $u÷R9$# ( óOßgs9ur Îû ÍotÅzFy$# ë>#xtã íOŠÏàtã ÇÌÌÈ
Artinya : “ Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. “ ( QS. Al-Maaidah : 33 )

Imam Malik berpendapat, bahwa sesuai dengan penafsiran terhadap huruf aw ( أو ) dalam surat Al-Maaidah ayat 33, hukuman untuk pelaku perampokan dalam pengambilan harta ini diserahkan kepada hakim untuk memilih hukuman-hukuman yang terdapat dalam surat Al-Maaidah ayat 33, asal jangan pengasingan. Hal ini karena hirabah itu adalah pencurian berat, sedangkan hukuman pokok untuk pencurian adalah potong tangan. Oleh karena itu, untuk perampokan ini (mengambil harta tanpa membunuh) tidak boleh lebih ringan dari pada potong tangan. Itulah sebabnya maka pengasingan tidak termasuk salah satu alternatif hukuman yang dapat dipilih oleh hakim. Sedangkan Zhahiriyah, seperti telah diuraikan di atas, menganut alternatif ( khiyar ) mutlak, sehingga hakim dibolehkan untuk memilih hukuman apa saja dari empat jenis hukuman yang tercantum dalam surat Al-Maaidah ayat 33 tersebut.

5.      Bagaimana hukumnya bila seseorang bertani popy dan ganja dengan maksud akan menjual dan memprosesnya untuk dijadikan candu yang akan digunakan sendiri atau diperdagangkan?
Jawaban :
Menanam ganja atau candu dengan maksud akan membuat benda memabukkan untuk dipakai sendiri atau dijual-belikan adalah haram hukumnya. Alasannya yaitu:
a)     Keterangan yang terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lain-lain dari Ibn Abbas, dari Rasululah SAW bersabda :
إن من حبس العنب أيّام القطّاف حتّى يبيعه ممن يتخذه خمرا فقد تقحّم النار ( رواه أبو داود ) .
Artinya : “ Sesungguhnya orang yang memerah anggur pada hari-hari memetiknya kemudian menjualnya kepada orang yang akan menjadikannya khamr, maka sesungguhnya dia telah menceburkan diri ke neraka. “ ( HR. Abu Dawud )

Hadits ini menunjukkan haramnya menanam ganja dan candu untuk maksud-maksud seperti tersebut di atas.

b)    Bahwa perbuatan seperti itu berarti mendukung kemaksiatan, yaitu menggunakan benda-benda yang memabukkan atau memperjual-belikan, karena Islam melarang saling bantu-membantu dalam perbuatan kemaksiatan, sebagai mana firman Allah SWT :
n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” ( QS. Al-Maidah: 2 )

c)      Bahwa menanam tanaman-tanaman yang memabukkan untuk maksud tersebut tadi berarti relanya si penanam terhadap penggunaan benda-benda tersebut atau diperjual-belikannya. Sikap rela terhadap kemaksiatan adalah juga maksiat. Sebab tidak setujunya seseorang, yang berarti hatinya benci kepada suatu kemungkaran, merupaka kewajiban yang dibebankan kepada setiap muslim dalam setiap saat. Bahkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah bersabda:
إن من لم ينكر المنكر بقلبه - بالمعنى الذي أسلفنا - ليس عنده من الإيمان حبّة خردل ( رواه مسلم ) .
Artinya : “ Sesungguhnya orang yang tidak mengingkari kemungkaran dengan hatinya - dalam artian terdahulu - adalah orang yang tak memiliki iman secuilpun. “ (HR. Muslim)


Menanam ganja dan candu merupakan kemaksiatan lain, setelah adanya larangan pemerintah melalui undang-undang. Sebabnya ialah bahwa mentaati pemerintah dalam hal-hal tidak maksiat adalah wajib menurut ijma’ ulama’, sebagaimana dikatan oleh Imam Nawawi dalam syarah Muslim pada bab “ mentaati pemerintah “. Selanjutnya dikatakan bahwa alasan ini merupakan dalil terakhir tentang haramnya menggunakan dan memperjual-belikan benda-benda yang memabukkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar