Senin, 06 Januari 2014

KETENTUAN ZAKAT DI INDONESIA DAN HUKUM ZAKAT PROFESI

KETENTUAN
ZAKAT DI INDONESIA DAN HUKUM ZAKAT PROFESI

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas
                                                     Mata Kuliah: Masailul Fiqhiyah Haditsah
Dosen Pengampu: H. Amin Farih, M,Ag.








Disusun oleh:
M. Amiq Fahmi         (103111067)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011


KETENTUAN
ZAKAT DI INDONESIA DAN HUKUM ZAKAT PROFESI

I.         PENDAHULUAN
Setiap muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah SWT. Kewajiban ini tertulis di dalam Al Qur’an. Pada awalnya, Al Qur’an hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Pada masa permulaan Islam di Makkah, kewajiban zakat ini masih bersifat global dan belum ada ketentuan mengenai jenis dan kadar (ukuran) harta yang wajib dizakati. Hal itu untuk menumbuhkan kepedulian dan kedermawanan umat Islam. Zakat baru benar-benar diwajibkan pada tahun 2 H.[1] Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukkan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok tegaknya syari’at Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardlu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti shalat, haji dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Zakat juga merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia.

II.      RUMUSAN MASALAH
A.    Apa Pengertian Zakat?
B.     Apa Saja Ketentuan (Macam-macam) Zakat di Indonesia?
C.     Apa Hukum Zakat Profesi?


III.   PEMBAHASAN
A.       Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan seseorang itu zaka, berarti orang itu baik.[2]
Sedangkan menurut Wahidi dan lain-lain, kata dasar zaka berarti bertambah dan tumbuh, sehingga bisa dikatakan, tanaman itu zaka, artinya tumbuh, sedangkan setiap sesuatu yang bertambah disebut zaka artinya bertambah. Bila satu tanaman tumbuh tanpa cacat, maka kata zaka di sini berarti bersih, dan bila seseorang diberi sifat zaka dalam arti baik, maka berarti orang itu lebih banyak mempunyai sifat yang baik.[3]
Zakat dari segi istilah fiqih adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya di samping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri. Dinamakan zakat karena di dalamnya terkandung harapan untuk beroleh berkat, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebaikan. Sebagaimana firman Allah SWT:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3             ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya:
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, guna membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ”. ( QS. At-Taubah: 103)

Dengan demikian, pengertian zakat adalah pembersihan harta yang didasarkan pada keimanan kepada Allah SWT, bahwa dalam setiap harta yang diperoleh terdapat hak fakir miskin dan orang yang meminta-minta. Apabila harta sudah mencapai nishab maka harta tersebut wajib untuk dizakati sesuai dengan syari’at Islam.[4]

B.       Ketentuan Zakat di Indonesia
Zakat yang wajib dilakukan oleh umat Islam ada 2 macam, diantaranya:

1.      Zakat Fitrah
a.    Pengertian Zakat Fitrah
Zakat fitrah secara bahasa ialah zakat jiwa yang dikeluarkan sehubung dengan hari raya Idul Fitri. Sedangkan zakat fitrah menurut syari’at Islam ialah zakat yang diwajibkan bagi setiap muslim, baik laki-laki dan perempuan, besar dam kecil, merdeka atau budak yang memiliki kelebihan dari keperluan dirinya dan keluarganya pada hari raya Idul Fitri untuk mensucikan jiwanya.[5]
Adapun Hukum dan syarat-syarat wajib zakat yaitu sebagaimana telah diterangkan di dalam kitab fathul qorib:
( فصل وتجب زكاة الفطر ) ويقال لها زكاة الفطرة أى الخلقة ( بثلاثة أشياء الإسلام ) فلافطرة على كافر أصلى الا فى رقيقه وقريبه المسلمين ( وبغروب الشمس من اخر يوم من شهر رمضان ) وحينئذ فتخرج زكاة الفطر عمن مات بعد الغروب دون من ولد بعده   ( ووجود الفضل ) وهو يسار الشخص بما يفضل ( عن قوته وقوت عياله فى ذالك اليوم )
أى يوم العيد وكذا ليلته أيضا.[6]
Penjelasannya yaitu:
Zakat fitrah hukumnya wajib atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat wajib zakat itu ada 3 , yaitu sebagai berikut:
a)      Islam, sehingga orang yang tidak beraga Islam tidak wajib membayar zakat fitrah.
b)   Orang itu ada/hidup pada waktu terbenamnya matahari dari hari akhirnya bulan Rhamadan, Dengan demikian orang yang meninggal sebelum terbenamnya matahari pada malam Idul Fitri ia tidak wajib membayar zakat fitrah, demikian juga anak yang lahir sesudah terbenam matahari tidak wajib dibayarkan zakat fitrahnya.
c)   Orang itu mempunyai kelebihan makan baik untuk dirinya maupun keluarganya pada malam hari raya dan siang harinya.
b.   Ukuran Zakat Fitrah yang Harus Dikeluarkan
Untuk menentukan ukuran atau jumlah zakat fitrah yang harus dikeluarkan, terdapat perbedaan pendapat, yaitu:
a)    Para ulama’ mazhab selain Hanafi sepakat, bahwa jumlah yang wajib dikeluarkan untuk setiap orang adalah satu sha’ setara demgam 4 mud atau setara dengan 2,176 kg (kurang lebih 3,5 liter), baik untuk gandum, kurma, anggur kering, beras maupun jagung, dan seterusnya yang menjadi kebiasaan makanan pokoknya.[7] Sebagaimana hadits dari Abu Said, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
صاعا من طعام , أو صاعا من تمَر , أو صاعا من شَعير , أو صاعا من زَبيب , أو صاعا من أَقِط .
Artinya:
 “ Satu sha’ makanan, atau satu sha’kurma, atau satu sha’ gandum, atau satu sha’ anggur, atau satu sha’ quth ”.
b)  Hanafi dan ashabnya: Cukup setengah sha’ gandum, tetapi diikhtilafkan dalam anggur.[8] Sebagaiman hadist riwayat Abu Daud dari Abdullah bin Tsa’labah atau Tsa’labah bin Abu Shua’ir, bahwa Rasulullah telah bersabda:
صدقة الفطر صاع مِن بُرٍّ أو قَمْح عن كل اثنين
Artinya:
“ Sedekah fitrah itu adalah satu sha’ gandum untuk setiap dua orang ”.
c.    Waktu Pelaksanaan Zakat Fitrah
Zakat fitrah boleh dikeluarkan di awal malam bulan Ramadhan secara ta’jil (dengan lebih ), namun penundaannya hingga akhir bulan Ramadhan lebih utama. Dalam hal ini, ada 5 waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah, yaitu sebagai berikut:
a)      Waktu jaiz, yaitu sejak permulaan Ramadhan hingga akhir Ramadhan.
b)      Waktu wajib, yaitu pada akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal.
c)      Waktu utama, yaitu setelah shalat shubuh dan sebelum shalat idul fitri.
d)  Waktu makruh, yaitu bila zakat fitrah dibayarkan setelah shalat idul fitri hingga terbenam matahari pada hari itu.
e)    Waktu haram, yaitu bila zakat fitrah baru dibayarkan setelah terbenamnya matahari sesudah dilaksanakan shalat idul fitri.[9]

2.      Zakat Maal (Harta)
a.    Pengertian Zakat Maal
Zakat maal adalah mengeluarkan sebagian harta kekayaan berupa binatang ternak, hasil tanaman, emas dan perak, harta perdagangan dan kekayaan lain yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat. Sebagaimana firman Allah SWT:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y
öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya:
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, guna membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ”. ( QS. At-Taubah: 103)

Adapun syarat-syarat kekayaan yang wajib untuk dizakati adalah sebagai berikut:
a)      Milik Penuh
Artinya harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat Islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.

b)      Berkembang

   Artinya harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang.
c)      Cukup Nishab
Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara'. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat dan dianjurkan mengeluarkan Infaq serta Shadaqah.
d)     Lebih Dari Kebutuhan Pokok
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum, misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb.
e)      Bebas Dari hutang
Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat.
f)       Berlalu Satu Tahun (Al-Haul)
Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu (mencapai) satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedangkan hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.[10]
b.   Harta Yang Wajib Zakat dan Besar Zakatnya
Harta-harta yang wajib dizakati bermacam-macam. Diantaranya yaitu sebagai berikut:
1.      Zakat Hasil Pertanian
Zakat pertanian tidak perlu haul (satu tahun) tetapi dikeluarkannya pada waktu panen. Allah SWT berfirman:
(#qè?#uäur m¤)ym uQöqtƒ ¾ÍnÏŠ$|Áym ÇÊÍÊÈ
Artinya: “ Dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya”. (QS.Al-An’am: 141).
Hasil pertanian tidak wajib dikeluarkan zakatnya sebelum mencapai nishab, yaitu 5 wasq, 1 wasq adalah 60 sha’ sama dengan 2,2kg. Jadi, 1 wasq kurang lebih sama dengan 132,6 kg. Jadi kadar nisab hasil pertanian adalah 5 wasq × 132,6 kg = 663 kg.[11] Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أبي سعيد الخُدْ رِى رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قل: ليس فيما دون خمسةِ أو سُقٍ من تَمر ولا حَبٍّ صدقة (رواه البخارى).
Artinya: ” Dari Abu Sa’id Al-Khudri Ra, sesungguhnya Rasulullah SAW, bersabda: kurma atau biji-bijian yang kurang dari 5 wasaq tidak wajib dikeluarkan zakatnya”. (HR. Al-Bukhari)
Dengan demikian jelaslah bahwa harta yang kurang dari ukuran nishabnya tidak wajib untuk dikeluarkan zakatnya.
Dan jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita yaitu beras).[12]
Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan menggunakan tenaga hewan, manusia, atau mesin yang mengangkut air dari sungai atau sumur, maka zakatnya adalah 5%. Sementara yang diairi dengan irigasi alami atau air hujan zakatnya adalah 10%. Sebagaimana berdasarkan keterangan di kitab fathul qorib yang berbunyi:
( وفيها ) أى الزروع و الثمار ( إن سقيت بماء السماء ) وهو المطر ونحوه كالثلج ( أو السيح ) وهو الماء الجارى على الأرض بسبب سدّ نهر فيصعد الماء على وجه الأرض فيسقيها ( العشر و إن سقيت بدولاب ) بضم الدال و فتحها ما يدير الحيوان ( أو ) سقيت ( بنضح ) من نهر أو بئر بحيوان كبعير أو بقرة ( نصف العشر ) وفيما سقى بماء السماء والدولاب مثلا سواء ثلاثة أرباع العشر.[13]
Jika kondisinya berbeda-beda mengikuti perbedaan waktu, yakni dalam beberapa waktu ladang pertanian mendapat pengairan tanpa biaya dan diwaktu yang lain dengan menggunakan biaya, maka kadar zakatnya disesuaikan dengan mempertimbangkan masa hidup tanaman, atau maa berbuah dan tumbuhnya. Jika rentang tanaman, lalu tumbuh, hingga matang adalah 8 bulan, lalu selama 4 bulan tanaman diairi dengan air hujan, sementara 4 bulan sisanya diairi dengan menggunakan tenaga hewan, manusia, atau mesin, maka kadar zakat yang wajib adalah (3/40) 7,5%.
Seandainya tanaman diairi dengan air hujan dan irigasi buatan tanpa diketahui kadar masing-masing, maka sebagai bentuk kehati-hatian kadar zakat yang wajib dikeluarkan adalah 7,5%. Namun, ada juga yang mengatakan 5% dengan dalih bahwa prinsip dasar sesuatu adalah bebas tanggungan dari tambahan.
Jika hasil tanaman (sawah maupun kebun) yang telah dikeluarkan zakatnya masih utuh atau tersisa selama beberapa tahun setelahnya, maka tidak ada kewajiban apa pun di dalamnya menurut kesepakatan ulama’.[14]
2.      Zakat Emas dan Perak
Emas dan perak merupakan tambang elok. Allah SWT telah mewajibkan zakat pada emas dan perak di dalam firman-Nya yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZŽÏWŸ2 šÆÏiB Í$t6ômF{$# Èb$t7÷d9$#ur tbqè=ä.ù'us9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ šcrÝÁtƒur `tã È@Î6y «!$# 3 šúïÏ%©!$#ur šcrãÉ\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZムÎû È@Î6y «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OŠÏ9r& ÇÌÍÈ
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih ”.(QS. At-Taubah: 34).

Emas wajib dizakati, meskipun tidak dicetak, bahwa emas yang dimaksudkan dalam bentuk apapun, yaitu emas yang telah dicetak menjadi perhiasan yang dipakai di anggota badan atau lainnya, maupun emas dalam bentuk uang logam, emas dalam bentuk lempengan. Jika emas tersebut telah disimpan selama setahun artinya telah mencapai nisab, dan pemiliknya telah terbebas dari utang, maka emas itu wajib dizakati.[15]
Nisab emas baru wajib dizakati apabila telah mencapai 20 dinar dengan masa simpan satu tahun, wajib dikeluarkan zakatnya ½ dinar. Setiap lebih dari dua puluh dinar, dikeluarkan ¼ nya lagi.
Nisab perak ialah 200 dirham dengan timbangan Mekkah, yaitu 50 biji dan dua perlima. Sabda Nabi SAW., “Tidak wajib zakat pada perak yang kurang 5 auqiyah.” (5 auqiyah = 200 dirham = 672 gram perak).[16]
Sepuluh dirham sama dengan 7 mitsqal. Apabila terdapat kelebihan, sekalipun sedikit, wajib diperhitungkan sebab mudah memperhitungkannya. Wajib mengeluarkan zakat pada 20 mitsqal emas dan 200 dirham perak. Jika ada kelebihannya sekalipu hanya setengah biji, zakatnya sebesar seperempat puluhnya ( 1/40 sama dengan 2,5%).
Yang wajib dizakati adalah emas murni, bukan emas yang digabungkan dengan benda lain yang tidak sejenis, kecuali terlebih dahulu dipisahkan, sehingga keduanya benar-benar menjadi emas murni atau murni perak. Pencampuran emas yang kemudian disebut dengan suasa tidak wajib dizakati.
Jadi, nisab emas 20 dinar, berat timbangannya 93,6 gram, zakatnya 2,5% = ½ misqal = 2,125 gram; nisab perak 200 dirham = 642 gram, zakatnya 2,5% = 5 dirham = 15,6 gram. Dan perlu diperjelas lagi bahwa 1 dirham = 3,12 gram; 200 dirham = 200 × 3,12 gram = 624 gram.[17]

3.      Zakat Peternakan
Zakat peternakan merupakan salah satu perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW. Ada berbagai macam jenis peternakan, yaitu peternakan kambing, sapi, kerbau, unta, dan sejenis dengan jenis ternak yang dimaksudkan.
Dalam wajibnya zakat ternak itu, disyaratkan:
a)         Sampai satu nisab,
b)        Berlangsung selama satu tahun,
c)         Hendaklah ternak itu merupakan hewan yang digembalakan, artinya makan rumput yang tidak terlarang dalam sebagian besar masa setahun itu.[18]

Sedangkan penjelasan mengenai macam-macam peternakan yang wajib dikeluarkan zakat dan besarnya zakat akan diterangkan dibawah ini, diantaranya:
a.      Sapi dan Kerbau
Adapun sapi, tidak wajib zakat sebelum cukup 30 ekor, dalam keadaan digembalakan. Maka jika sudah cukup 30 ekor dalam keadaan digembalakan dan berlangsung selama satu tahun, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Dan nishab kerbau disetarakan dengan nishab sapi yaitu 30 ekor. Artinya jika seseorang telah memiliki kerbau, maka ia telah terkena wajib zakat.
Dari setiap 30 ekor sapi atau kerbau, zakatnya 1 ekor sapi atau kerbau umur satu tahun lebih, dan setiap 40 ekor sapi atau kerbau, zakatnya 1 ekor anak sapi atau kerbau umur 2 tahun lebih. Zakat 80 ekor sapi atau kerbau ialah 2 ekor anak sapi umur 1 tahun lebih dan 1 ekor umur 2 tahun.
Dari tiap 30 sapi atau kerbau, zakatnya seekor anaknya yang betina atau yang jantan umur 1 tahun, dan dari tiap-tiap empat puluh ekor sapi atau kerbau, zakatnya seekor anaknya yang berumur 2 tahun.[19] Supaya lebih jelas dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Nisab
Banyak Zakat yang Wajib Dikeluarkan
30 - 39 ekor sapi (kerbau)
Seekor anak sapi (kerbau) jantan atau betina (umur 1 tahun)
40 - 59 ekor sapi (kerbau)
Seekor anak sapi (kerbau) betina (umur 2 tahun)
60 - 69 ekor sapi (kerbau)
2 ekor anak sapi (kerbau) jantan (umur 1 tahun)
70 - 79 ekor sapi (kerbau)
Seekor anak sapi (kerbau) betina (umur 2 tahun), serta seekor anak sapi (kerbau) jantan (umur 1 tahun)
80 - 89 ekor sapi (kerbau)
2 ekor sapi (kerbau) betina (umur 2 tahun)

Demikianlah seterusnya jika banyaknya bertambah, maka setiap 30 ekor ialah 1 ekor sapi umur 1 tahun, dan setiap 40 ekor ialah 1 ekor sapi betina umur 2 tahun.
b.      Kambing atau Domba
Tidak wajib zakat pada kambing hingga banyaknya sampai 40 ekor, maka jika jumlahnya 40-120 ekor dan cukup digembalakan dalam masa 1 tahun, zakatnya ialah seekor kambing betina.
Dari 121-200 ekor, zakatnya ialah 2 ekor kambing betina, dan dari 201-300, ialah 3 ekor kambing betina. Selanjutnya jika lebih dari 300 ekor, maka setiap 100 ekor, dikeluarkan 1 ekor kambing betina. Dari domba dikeluarkan yang berumur 1 tahun, sedangkan dari kambing yang berumur 2 tahun.[20] Supaya lebih jelas dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Nisab
Zakatnya
Bilangan dan Jenis Zakat
Umur
40-120
1 ekor kambing betina
Atau 1 ekor domba betina
2 tahun lebih
1 tahun lebih
121-200
2 ekor kambing betina
Atau 2 ekor domba betina
2 tahun lebih
1 tahun lebih
201-300
3 ekor kambing betina
Atau 3 ekor domba betina
2 tahun lebih
1 tahun lebih
301-400
4 ekor kambing betina
Atau 4 ekor domba betina
2 tahun lebih
1 tahun lebih

c.       Ternak Unggas (Ayam, Bebek, Burung dan lain-lain) dan perikanan
Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Tapi dihitung berdasarkan skala usaha. Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas.
Artinya bila seorang beternak unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5 %. Contoh : Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam perminggu, pada akhir tahun (tutup buku) terdapat laporan keuangan sbb:
1
Ayam broiler 5600 ekor seharga
Rp 15.000.000
2
Uang Kas/Bank setelah pajak
Rp 10.000.000
3
Stok pakan dan obat-obatan
Rp   2.000.000
4
Piutang (dapat tertagih)
Rp   4.000.000
Jumlah
Rp 31.000.000
5
Utang yang jatuh tempo
Rp   5.000.000
Saldo
Rp26.000.000
Besar zakat = 2,5% × Rp 26.000.000,- = Rp 650.000
Catatan:
Kandang dan alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang wajib dizakati.
Nishab besarnya 85 gram emas murni, jika @ Rp 25.000,00 maka 85 x Rp 25.000,00 = Rp 2.125.000,00.[21]

4.      Zakat Harta Karun Dan Barang Tambang
Yang dimaksud harta karun adalah barang terpendam yang disebut dengan istilah rikaz. Rikaz adalah emas atau perak yang tertanam atau sengaja ditanam oleh kaum jahiliyyah (sebelum datang Islam), maksudnya jahiliya yaitu tidak mengetahui Allah AWT, Rasul-Nya, dan peraturan-peraturan syara’ Islam. Bardasarkan keterangan yang ada di kitab fathul qarib, yaitu:
وهو دفين الجاهليّه وهى الحالة التى كانت عليها العرب قبل الإسلام من الجهل بالله و رسوله و شرائع الإسلام .[22]

Atau rikaz lebih umumnya harta karun yang telah lama terpendam, kemudian ditemukan. Apabila ditemukan harta terpendam berupa emas atau perak, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 1,5 atau 20%.[23] Zakat rikaz tidak harus menunggu sampai setahun. Zakatnya dikeluarkan ketika harta karun itu ditemukan.
Zakat barang tambang berlaku jika barng yang ditambang berupa emas atau perak. Apabila telah mencapai nisab, wajib dizakati sebanyak 2,5%. Zakat dikeluarkan pada saat barang tambang itu diperoleh. Jadi tidak perlu menunggu sampai satu tahun.[24]

5.      Zakat Harta Perdagangan (Tijarah)
Landasan pendapat bahwa harta benda perdagangan wajib zakat adalah sabagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Baihaqi dari Samurah bin Jundub, yang mengatakan:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلّم يَأُمُرُنا أَن نُخْرِجَ اَلصَّدَقَةَ بِمَا نُعِدُّ للبيع
Artinya: “ Rasulullah memerintahkan kami agar mengeluarkan sedekah dari barang-barang yang kami sediakan untuk perdagangan ”.

Zakat perdagangan (Tijarah) tidak disyaratkan harus sempurna nisabnya, kecuali pada akhir tahun (yang diperhitungkan) sebab akhir tahun itu merupakan waktu wajibnya mengeluarkan zakat.[25]
Pada prinsipnya, semua barang dagangan terkena wajib zakat sebanyak 1/40 dari nilainya barang. Pelaksanaan zakat perdagangan dilakukan apabila telah sampai nisab dan keuntungannya. Kalau demikian, bagaimana jika perdagangannya rugi? Kerugian dapat ditafsirkan dengan tiga hal, yaitu sebagai berikut:
 a  Barang dagangan habis, tetapi tidak mendatangkan keuntungan sama sekali, artinya hanya kembali modal dalam jumlah yang sama.
 b.   Barang dagangan masih banyak yang belum terjual, modal tidak kembali seperti semula.
c.     Barang dagangan habis, modal sama sekali tidak kembali.

Jika pedagang mengalami kerugian dengan keadaan di atas, tidak ada kewajiban bagi pedagang mengeluarkan zakatnya. Persyaratan yang utama dari zakat perdagangan adalah sebagai berikut:
a.    Barang yang diperjual belikan adalah milik pedagang sendiri.
b.    Sejak awal telah berniat untuk melakukan perdagangan.
c.    Telah mencapai nisab, yakni perdagangan selama setahun.
d.  Jika setahun belum mencapai nisab maka perhitungannya menunggu sampai tercapai nisab; dengan demikian, perhitungannya bukan terletak  pada telah lama setahun, melainkan telah mencapai nisab.
e.  Nisab harta perniagaan menurut pokoknya. Kalau pokoknya emas, nisabnya seperti emas. Perniagaan hendaknyadihitung dengan harga pokok yang zakatnya sebanyak zakat emas atau perak, yaitu 1/40 sama dengan 2,5%.

C.       Hukum Zakat Profesi
1.      Pengertian Zakat Profesi
Zakat profesi dikenal dengan istilah zakah rawatib al-muwazhaffin (zakat gaji pegawai) atau zakah kasb al-‘amal wa al-mihan al-hurrah (zakat hasil pekerjaan dan profesi swasta). Zakat profesi didefinisikan sebagai zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun bersama orang atau lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nishab.[26]
Zakat profesi merupakan perkembangan kontemporer, yaitu disebabkan adanya profesi-profesi modern yang sangat mudah menghasilkan uang. Misalnya profesi dokter, konsultan, advokat, dosen, arsitek, dan sebagainya. Kenyataannya membuktikan bahwa pada akhir-akhir ini banyak orang yang karena profesinya, dalam waktu yang relatif singkat, dapat menghasilkan uang yang begitu banyak. Kalau persoalan ini dikaitkan dengan pelaksanaan zakat yang berjalan di masyarakat maka terlihat adanya kesenjangan atau ketidakadilan antara petani yang memiliki penghasilan kecil dan mencurahkan tenaga yang banyak dengan para profesional misalnya dokter, akuntan, konsultan,  notaris, dan insinyur yang hanya dalam waktu relatif pendek memiliki hasil yang cukup besar tanpa harus mencurahkan tenaga yang banyak.
2.      Pendapat Ulama’ Tentang Zakat Profesi
Ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum zakat penghasilan atau profesi. Mayoritas ulama madzhab empat tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapai nishab dan sudah sampai setahun (haul).[27]
Namun para ulama mutaakhirin seperti  Yusuf Al Qaradhawi dan Wahbah Az-Zuhaili, menegaskan bahwa zakat penghasilan itu hukumnya wajib pada saat memperolehnya, meskipun belum mencapai satu tahun. Hal ini mengacu pada pendapat sebagian sahabat yaitu Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah, Tabiin  Az-Zuhri, Al-Hasan Al-Bashri, dan Makhul juga pendapat Umar bin Abdul Aziz dan beberapa ulama fiqh lainnya. Adapun kewajiban zakatnya adalah 2,5%, berdasarkan keumuman nas yang mewajibkan zakat uang, baik sudah mencapai satu haul atau  ketika menerimanya. Jika sudah dikeluarkan zakatnya pada saat menerimanya, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat lagi pada akhir tahun. Dengan demikian ada kesamaan antara pegawai yang menerima gaji secara rutin dengan petani yang wajib mengeluarkan zakat pada saat panen, tanpa ada perhitungan haul.
Menurut al-Qaradhawi nishab zakat profesi senilai 85 gram emas dan jumlah zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5%.  Landasan fikih (at-takyif al-fiqhi) zakat profesi ini menurut Al-Qaradhawi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal al-mustafaad (harta perolehan). Al-maal al-mustafaad adalah setiap harta baru yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara kepemilikan yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang semisalnya. Al-Qaradhawi mengambil pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri, Hasan Bashri, dan Makhul) yang mengeluarkan zakat dari al-maal al-mustafaad pada saat menerimanya, tanpa mensyaratkan haul (dimiliki selama satu tahun qamariyah). Bahkan al-Qaradhawi melemahkan hadis yang mewajibkan haul bagi harta zakat, yaitu hadis Ali bin Abi Thalib RA, bahwa Nabi SAW bersabda”Tidak ada zakat pada harta hingga berlalu atasnya haul.” (HR Abu Dawud).[28]
3.      Pendapat Lembaga Ulama’ Indonesia
Di Indonesia, ada beberapa lembaga keulamaan yang mempunyai kewenangan dan kemampuan untuk mengeluarkan fatwa tentang persoalan kontemporer yang dihadapi umat Islam,[29] diantaranya yang pernah mengemuka adalah tentang zakat profesi:
a.     Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa No.3 Tahun 2003, menegaskan bahwa semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Dalam fatwa ini yang dimaksud   dengan “penghasilan”  adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya. Adapun dasar hukum yang dijadikan alasan menetapkan hukum tersebut adalah:
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji ”. (QS. Al Baqarah: 267)

Sedang hadist Nabi:
لاَ زَكاةَ فى المالِ حتى يَحول عليه الحولُ .
Artinya: “ Tidak ada zakat pada harta sampai ia mencapai satu tahun".
b.      Sedangkan Dewan Syariah PKS dengan dalil dan argumen  sebagaimana disebutkan di dalam Fatwa Dewan Syariah Pusat Partai Keadilan Sejahtera Nomor 03/F/K/DS-PKS/1427 sebagai berikut :
1)  Perintah untuk mengeluarkan infaq dari kasab yang dikaruniakan oleh Allah kepada manusia sebagaimana  Allah berfirman  QS. Al Baqarah : 267
2)   Peringatan Allah terhadap orang yang menumpuk emas dan perak dan tidak membelanjakannya di jalan Allah. Allah berfirman : “…dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS. At Taubah : 34).
3)   Prinsip keadilan dalam Islam. Sungguh dirasakan tidak adil dan bertentangan dengan prinsip keadilan Islam bila petani dan pedagang kecil yang penghasilannya kecil diwajibkan membayar zakat, sementara seorang eksekutif, konsultan, dan profesional lain yang gajinya dapat mencapai puluhan juta tidak diwajibkan membayar zakat.
Berdasarkan dalil-dalil diatas disimpulkan bahwa :
1)      Zakat profesi hukumnya wajib berdasarkan  keumuman ayat 267 surat al Baqarah.
2)      Zakat profesi memiliki kemiripan dengan zakat pertanian dari aspek waktu penerimaan gaji dan dengan naqdain (emas dan perak) dari aspek harta yang diterima.
3)      Nishab zakat pertanian adalah 5 wasaq yaitu setara dengan 652, 8 kg beras atau senilai Rp 3.265.000 (dengan standar harga beras Rp.5000/kg).
4)      Nishab naqdain adalah 20 dinar setara dengan 85 gr atau senilai Rp 17.000.000 (dengan standar harga emas Rp 200.000/gr)
c.         Menurut Majelis Tarjih  Muhammadiyah zakat profesi adalah wajib. Dasar hukum yang digunakan adalah keumuman ayat 267 surat al-Baqarah. Kata أنفقوا dalam surat al-Baqarah ayat 267 di atas merupakan bentuk kata perintah ( amr), sehingga kata tersebut berfaedah wajib. Selanjutnya kataما كسبتم mengandung hukum kully yang mencakup semua hasil usaha manusia termasuk profesi di dalamnya.
d.       Sedangkan menurut Dewan Hisbah Persis hukum zakat profesi adalah tidak wajib dan hanya memutuskan bahwa harta yang tidak terkena kewajiban zakat termasuk hasil profesi,  dikenai kewajiban  infaq yang besarannya tergantung kebutuhan Islam terhadap harta tersebut. Pimpinan jam’iyyah bisa menetapkan besarnya infaq.

4.      Cara Mengeluarkan Zakat Profesi
Dalam buku Fiqh Zakat karya DR Yusuf Qaradlawi. Bab zakat profesi dan penghasilan,  dijelaskan tentang cara mengeluarkan zakat penghasilan. Kalau kita klasifikasi ada tiga wacana:
1)     Pengeluaran bruto, yaitu mengeluarkan zakat penghasilan kotor. Artinya, zakat penghasilan yang mencapai nisab 85 gr emas dalam jumlah setahun, dikeluarkan 2,5 % langsung ketika menerima sebelum dikurangi apapun. Jadi kalau dapat gaji atau honor dan penghasilan lainnya dalam sebulan mencapai 2 juta rupiah x 12 bulan = 24 juta, berarti dikeluarkan langsung 2,5 dari 2 juta tiap bulan = 50 ribu atau dibayar di akhir tahun = 600 ribu.
Hal ini juga berdasarkan pendapat Az-Zuhri dan ‘Auza’i, beliau menjelaskan: “Bila seorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib zakat datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu dari membelanjakannya” (Ibnu Abi Syaibah, Al-mushannif, 4/30).
Dan juga menqiyaskan dengan  beberapa harta zakat yang langsung dikeluarkan tanpa dikurangi apapun, seperti zakat ternak, emas perak, ma’dzan dan rikaz.
2)  Dipotong oprasional kerja, yaitu setelah menerima penghasilan gaji atau honor yang mencapai nisab, maka dipotong dahulu dengan biaya oprasional kerja. Contohnya, seorang yang mendapat gaji 2 juta  rupiah sebulan, dikurangi biaya transport dan konsumsi harian di tempat kerja sebanyak 500 ribu, sisanya 1.500.000. maka zakatnya dikeluarkan 2,5 dari 1.500.000= 37.500,-
Hal ini dianalogikan dengan zakat hasil bumi dan kurma serta sejenisnya. Bahwa biaya dikeluarkan lebih dahulu baru zakat dikeluarkan dari sisanya. Itu adalah pendapat Imam Atho’ dan lain-lain. Dari zakat hasil bumi ada perbedaan prosentase zakat antara yang diairi dengan hujan yaitu 10%  dan melalui irigasi 5%.
3)   Pengeluaran neto atau zakat bersih, yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai nisab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok sehari-hari, baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok lainnya untuk keperluan dirinya, keluarga dan yang menjadi tanggungannya. Jika penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nisab, maka wajib zakat, akan tetapi kalau tidak mencapai nisab tidak wajib zakat, karena dia bukan termasuk muzakki (orang yang wajib zakat) bahkan menjadi mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) karena sudah menjadi miskin dengan tidak cukupnya penghasilan terhadap kebutuhan pokok sehari-hari.
Hal ini berdasarkan hadits riwayat imam Al-Bukhari dari Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah SAW bersabda: “…. dan paling baiknya zakat itu dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan…”.
Kesimpulannya, seorang yang mendapatkan penghasilan halal dan mencapai nishab (85 gr emas) wajib mengeluarkan zakat 2,5 %, boleh dikeluarkan setiap bulan atau di akhir tahun. Sebaiknya zakat dikeluarkan dari penghasilan kotor sebelum dikurangi kebutuhan yang lain. Ini lebih afdlal (utama) karena khawatir ada harta yang wajib zakat tapi tidak dizakati, tentu akan mendapatkan adzab Allah baik di dunia dan di akhirat. Juga penjelasan Ibnu Rusd bahwa zakat itu ta’bbudi (pengabdian kepada Allah SWT) bukan hanya sekedar hak mustahiq. Tapi ada juga sebagian pendapat ulama membolehkan sebelum dikeluarkan zakat dikurangi dahulu biaya oprasional kerja atau kebutuhan pokok sehari-hari.
IV.   KESIMPULAN
1.    Kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik, sedangkan zakat secara istilah adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya di samping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri.
2.      Zakat yang wajib dilakukan oleh umat Islam ada 2 macam, diantaranya:
a.       Zakat Fitrah (Zakat Jiwa).
b.   Zakat Maal, Harta-harta yang wajib dizakati bermacam-macam. Diantaranya yaitu sebagai berikut: zakat hasil pertanian, zakat emas dan perak, zakat peternakan, zakat harta karun, zakat barang tambang, zakat harta perdagangan.
3.     Hukum zakat profesi adalah wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.

V.      PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan. Kami menyadari dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan karena manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif selalu sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami semoga makalah ini bisa memberikan banyak manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Amin





















DAFTAR PUSTAKA
Azam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Amzah,2009), Cet. I
Hamid, Abdul dan Beni Ahmad Saebani, Fiqih Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), Cet. I
Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqih Lima Mazhhab, (Jakarta: Lentera Basritama, 2002), Penerjemah : Afif Muhammad, dkk, Cet. I
Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1988), Penerjemah: Salman Harun, Cet. I
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah 3, (Bandung: Al Ma’arif, 1978), Cet. I
Syafi’i, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qosim As-, Fathul Qorib, (Semarang: Pustaka ‘Alawiyah)
Usman, Sutrisno, Mutiara Da’wah Asy Syifaa’, (Purwokerto: Asy Syifaa’, 2010), Cet. V




[1] Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Amzah,2009), Cet. I, hlm. 344
[2] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1988), Penerjemah: Salman Harun, Cet. I, hlm. 34
[3]Ibid.
[4] Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqih Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), Cet. I, hlm. 206
[5] Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Op. Cit., hlm. 395
[6] Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qosim As Syafi’i, Fathul Qorib, (Semarang: Pustaka ‘Alawiyah), hlm. 24
[7] Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhhab, (Jakarta: Lentera Basritama, 2002), Penerjemah : Afif Muhammad, dkk, Cet. I, hlm. 196
[8]Ibid., hlm. 197
[9] Sutrisno Usman, Mutiara Da’wah Asy Syifaa’, (Purwokerto: Asy Syifaa’, 2010), Cet. V, hlm. 108-109
[10] Yusuf Qardawi, Op. Cit., hlm 125-161
[11] Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Op. Cit., hlm. 372
[12] Yusuf Qardawi, Op. Cit., hlm. 351
[13] Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qosim As Syafi’i, Loc. Cit.
[14] Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Op. Cit., hlm. 374
[15] Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Op. Cit., hlm. 219
[16]Ibid., hlm. 220
[17] Ibid., hlm. 221
[18] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 3, (Bandung: Al Ma’arif, 1978), Cet. I, hlm. 74
[19] Ibid., hlm. 78
[20] Ibid., hlm. 79
[22] Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qosim As Syafi’i, Loc. Cit.
[23] Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Op. Cit., hlm. 233
[24] Ibid.
[25] Ibid., hlm. 221
[27] Yusuf Qardawi, Op. Cit., hlm. 473-474
[28] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar