KETENTUAN
ZAKAT DI
INDONESIA DAN HUKUM ZAKAT PROFESI
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Masailul
Fiqhiyah Haditsah
Dosen Pengampu: H. Amin Farih, M,Ag.
Disusun oleh:
M. Amiq Fahmi (103111067)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
KETENTUAN
ZAKAT DI INDONESIA DAN HUKUM ZAKAT PROFESI
I.
PENDAHULUAN
Setiap muslim diwajibkan memberikan
sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah SWT. Kewajiban ini tertulis di
dalam Al Qur’an. Pada awalnya, Al Qur’an hanya memerintahkan untuk memberikan
sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian
hari, umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Pada masa permulaan Islam
di Makkah, kewajiban zakat ini masih bersifat global dan belum ada ketentuan
mengenai jenis dan kadar (ukuran) harta yang wajib dizakati. Hal itu untuk
menumbuhkan kepedulian dan kedermawanan umat Islam. Zakat baru benar-benar diwajibkan
pada tahun 2 H.[1]
Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukkan
bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai
jumlah zakat tersebut.
Zakat merupakan salah satu rukun
Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok tegaknya syari’at Islam. Oleh sebab
itu hukum zakat adalah wajib (fardlu) atas setiap muslim yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti shalat,
haji dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Al Qur’an dan As
Sunnah. Zakat juga merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang
dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Apa Pengertian Zakat?
B.
Apa Saja Ketentuan (Macam-macam) Zakat di Indonesia?
C.
Apa Hukum Zakat Profesi?
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa,
kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah,
tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan
berkembang, dan seseorang itu zaka, berarti orang itu baik.[2]
Sedangkan menurut Wahidi
dan lain-lain, kata dasar zaka berarti bertambah dan tumbuh, sehingga
bisa dikatakan, tanaman itu zaka, artinya tumbuh, sedangkan setiap
sesuatu yang bertambah disebut zaka artinya bertambah. Bila satu tanaman
tumbuh tanpa cacat, maka kata zaka di sini berarti bersih, dan bila
seseorang diberi sifat zaka dalam arti baik, maka berarti orang itu
lebih banyak mempunyai sifat yang baik.[3]
Zakat dari segi istilah
fiqih adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT diserahkan
kepada orang-orang yang berhak menerimanya di samping berarti mengeluarkan
jumlah tertentu itu sendiri. Dinamakan zakat karena di dalamnya terkandung
harapan untuk beroleh berkat, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai
kebaikan. Sebagaimana firman Allah SWT:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya:
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, guna membersihkan dan
mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu
(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui ”. ( QS. At-Taubah:
103)
Dengan demikian,
pengertian zakat adalah pembersihan harta yang didasarkan pada keimanan kepada
Allah SWT, bahwa dalam setiap harta yang diperoleh terdapat hak fakir miskin
dan orang yang meminta-minta. Apabila harta sudah mencapai nishab maka harta
tersebut wajib untuk dizakati sesuai dengan syari’at Islam.[4]
B. Ketentuan Zakat di
Indonesia
Zakat yang wajib dilakukan oleh umat Islam
ada 2 macam, diantaranya:
1.
Zakat Fitrah
a.
Pengertian Zakat Fitrah
Zakat fitrah secara bahasa ialah zakat
jiwa yang dikeluarkan sehubung dengan hari raya Idul Fitri. Sedangkan zakat fitrah
menurut syari’at Islam ialah zakat yang diwajibkan bagi setiap muslim, baik
laki-laki dan perempuan, besar dam kecil, merdeka atau budak yang memiliki
kelebihan dari keperluan dirinya dan keluarganya pada hari raya Idul Fitri
untuk mensucikan jiwanya.[5]
Adapun Hukum dan syarat-syarat wajib
zakat yaitu sebagaimana telah diterangkan di dalam kitab fathul qorib:
( فصل وتجب زكاة الفطر ) ويقال لها زكاة الفطرة أى الخلقة ( بثلاثة
أشياء الإسلام ) فلافطرة على كافر أصلى الا فى رقيقه وقريبه المسلمين ( وبغروب
الشمس من اخر يوم من شهر رمضان ) وحينئذ فتخرج زكاة الفطر عمن مات بعد الغروب دون
من ولد بعده ( ووجود الفضل ) وهو يسار
الشخص بما يفضل ( عن قوته وقوت عياله فى ذالك اليوم )
أى يوم
العيد وكذا ليلته أيضا.[6]
Penjelasannya yaitu:
Zakat fitrah hukumnya wajib atas setiap muslim
yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat wajib zakat
itu ada 3 , yaitu sebagai berikut:
a) Islam, sehingga orang yang
tidak beraga Islam tidak wajib membayar zakat fitrah.
b) Orang itu ada/hidup pada
waktu terbenamnya matahari dari hari akhirnya bulan Rhamadan, Dengan demikian
orang yang meninggal sebelum terbenamnya matahari pada malam Idul Fitri ia
tidak wajib membayar zakat fitrah, demikian juga anak yang lahir sesudah
terbenam matahari tidak wajib dibayarkan zakat fitrahnya.
c) Orang itu mempunyai kelebihan
makan baik untuk dirinya maupun keluarganya pada malam hari raya dan siang
harinya.
b.
Ukuran Zakat Fitrah yang Harus Dikeluarkan
Untuk menentukan ukuran atau jumlah
zakat fitrah yang harus dikeluarkan, terdapat perbedaan pendapat, yaitu:
a) Para ulama’ mazhab selain
Hanafi sepakat, bahwa jumlah yang
wajib dikeluarkan untuk setiap orang adalah satu sha’ setara demgam 4 mud
atau setara dengan 2,176 kg (kurang lebih 3,5 liter), baik untuk gandum, kurma,
anggur kering, beras maupun jagung, dan seterusnya yang menjadi kebiasaan
makanan pokoknya.[7]
Sebagaimana hadits dari Abu Said, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
صاعا من
طعام , أو صاعا من تمَر , أو صاعا من شَعير , أو صاعا من زَبيب , أو صاعا من أَقِط
.
Artinya:
“ Satu sha’ makanan, atau satu sha’kurma, atau
satu sha’ gandum, atau satu sha’ anggur, atau satu sha’ quth ”.
b) Hanafi dan ashabnya: Cukup setengah sha’ gandum, tetapi diikhtilafkan
dalam anggur.[8]
Sebagaiman hadist riwayat Abu Daud dari Abdullah bin Tsa’labah atau Tsa’labah
bin Abu Shua’ir, bahwa Rasulullah telah bersabda:
صدقة
الفطر صاع مِن بُرٍّ أو قَمْح عن كل اثنين
Artinya:
“
Sedekah fitrah itu adalah satu sha’ gandum untuk setiap dua orang ”.
c.
Waktu Pelaksanaan Zakat Fitrah
Zakat fitrah boleh dikeluarkan di awal
malam bulan Ramadhan secara ta’jil (dengan lebih ), namun penundaannya hingga
akhir bulan Ramadhan lebih utama. Dalam hal ini, ada 5 waktu untuk mengeluarkan
zakat fitrah, yaitu sebagai berikut:
a) Waktu jaiz, yaitu sejak permulaan Ramadhan hingga akhir
Ramadhan.
b) Waktu wajib, yaitu pada akhir bulan Ramadhan dan awal bulan
Syawal.
c) Waktu utama, yaitu setelah shalat shubuh dan sebelum shalat
idul fitri.
d) Waktu makruh, yaitu bila zakat fitrah dibayarkan setelah
shalat idul fitri hingga terbenam matahari pada hari itu.
e) Waktu haram, yaitu bila zakat fitrah baru dibayarkan setelah
terbenamnya matahari sesudah dilaksanakan shalat idul fitri.[9]
2.
Zakat Maal (Harta)
a.
Pengertian Zakat Maal
Zakat maal adalah mengeluarkan
sebagian harta kekayaan berupa binatang ternak, hasil tanaman, emas dan perak,
harta perdagangan dan kekayaan lain yang diberikan kepada yang berhak
menerimanya dengan beberapa syarat. Sebagaimana firman Allah SWT:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y
öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya:
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, guna membersihkan dan
mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu
(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui ”. ( QS. At-Taubah:
103)
Adapun syarat-syarat kekayaan yang
wajib untuk dizakati adalah sebagai berikut:
a) Milik Penuh
Artinya harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara
penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan
melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat Islam, seperti :
usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah.
Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat
atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari
tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.
b) Berkembang
Artinya harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau
mempunyai potensi untuk berkembang.
c) Cukup Nishab
Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah
tertentu sesuai dengan ketetapan syara'. sedangkan harta yang tidak sampai
nishabnya terbebas dari Zakat dan dianjurkan mengeluarkan Infaq serta Shadaqah.
d) Lebih Dari Kebutuhan Pokok
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang
diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk
kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan
tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum, misal, belanja
sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb.
e) Bebas Dari hutang
Orang yang mempunyai hutang sebesar atau
mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu
mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat.
f) Berlalu Satu Tahun (Al-Haul)
Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu
(mencapai) satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan
dan perniagaan. Sedangkan hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang
temuan) tidak ada syarat haul.[10]
b.
Harta Yang Wajib Zakat dan Besar Zakatnya
Harta-harta yang wajib dizakati
bermacam-macam. Diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Zakat Hasil Pertanian
Zakat pertanian tidak perlu haul (satu
tahun) tetapi dikeluarkannya pada waktu panen. Allah SWT berfirman:
(#qè?#uäur m¤)ym uQöqt ¾ÍnÏ$|Áym ÇÊÍÊÈ
Artinya: “ Dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu
memetik hasilnya”. (QS.Al-An’am: 141).
Hasil pertanian tidak
wajib dikeluarkan zakatnya sebelum mencapai nishab, yaitu 5 wasq, 1 wasq
adalah 60 sha’ sama dengan 2,2kg. Jadi, 1 wasq kurang lebih sama dengan
132,6 kg. Jadi kadar nisab hasil pertanian adalah 5 wasq × 132,6 kg =
663 kg.[11]
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أبي سعيد الخُدْ رِى رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قل:
ليس فيما دون خمسةِ أو سُقٍ من تَمر ولا حَبٍّ صدقة (رواه البخارى).
Artinya: ” Dari Abu Sa’id Al-Khudri
Ra, sesungguhnya Rasulullah SAW, bersabda: kurma atau biji-bijian yang kurang
dari 5 wasaq tidak wajib dikeluarkan zakatnya”. (HR. Al-Bukhari)
Dengan demikian jelaslah
bahwa harta yang kurang dari ukuran nishabnya tidak wajib untuk dikeluarkan
zakatnya.
Dan jika hasil pertanian
itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll,
maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling
umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita yaitu beras).[12]
Kadar zakat untuk hasil
pertanian, apabila diairi dengan menggunakan tenaga hewan, manusia, atau mesin
yang mengangkut air dari sungai atau sumur, maka zakatnya adalah 5%. Sementara
yang diairi dengan irigasi alami atau air hujan zakatnya adalah 10%.
Sebagaimana berdasarkan keterangan di kitab fathul qorib yang berbunyi:
( وفيها )
أى الزروع و الثمار ( إن سقيت بماء السماء ) وهو المطر ونحوه كالثلج ( أو السيح ) وهو
الماء الجارى على الأرض بسبب سدّ نهر فيصعد الماء على وجه الأرض فيسقيها ( العشر و
إن سقيت بدولاب ) بضم الدال و فتحها ما يدير الحيوان ( أو ) سقيت ( بنضح ) من نهر
أو بئر بحيوان كبعير أو بقرة ( نصف العشر ) وفيما سقى بماء السماء والدولاب مثلا
سواء ثلاثة أرباع العشر.[13]
Jika kondisinya
berbeda-beda mengikuti perbedaan waktu, yakni dalam beberapa waktu ladang
pertanian mendapat pengairan tanpa biaya dan diwaktu yang lain dengan
menggunakan biaya, maka kadar zakatnya disesuaikan dengan mempertimbangkan masa
hidup tanaman, atau maa berbuah dan tumbuhnya. Jika rentang tanaman, lalu
tumbuh, hingga matang adalah 8 bulan, lalu selama 4 bulan tanaman diairi dengan
air hujan, sementara 4 bulan sisanya diairi dengan menggunakan tenaga hewan,
manusia, atau mesin, maka kadar zakat yang wajib adalah (3/40) 7,5%.
Seandainya tanaman diairi
dengan air hujan dan irigasi buatan tanpa diketahui kadar masing-masing, maka
sebagai bentuk kehati-hatian kadar zakat yang wajib dikeluarkan adalah 7,5%.
Namun, ada juga yang mengatakan 5% dengan dalih bahwa prinsip dasar sesuatu
adalah bebas tanggungan dari tambahan.
Jika hasil tanaman (sawah maupun kebun)
yang telah dikeluarkan zakatnya masih utuh atau tersisa selama beberapa tahun
setelahnya, maka tidak ada kewajiban apa pun di dalamnya menurut kesepakatan
ulama’.[14]
2. Zakat Emas dan Perak
Emas dan perak merupakan tambang elok.
Allah SWT telah mewajibkan zakat pada emas dan perak di dalam firman-Nya yang
berbunyi:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZÏW2 ÆÏiB Í$t6ômF{$# Èb$t7÷d9$#ur tbqè=ä.ù'us9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ crÝÁtur `tã È@Î6y «!$# 3 úïÏ%©!$#ur crãÉ\õ3t |=yd©%!$# spÒÏÿø9$#ur wur $pktXqà)ÏÿZã Îû È@Î6y «!$# Nèd÷Åe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OÏ9r& ÇÌÍÈ
Artinya: “ Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim
Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan
batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih ”.(QS.
At-Taubah: 34).
Emas wajib dizakati, meskipun tidak dicetak, bahwa emas
yang dimaksudkan dalam bentuk apapun, yaitu emas yang telah dicetak menjadi
perhiasan yang dipakai di anggota badan atau lainnya, maupun emas dalam bentuk
uang logam, emas dalam bentuk lempengan. Jika emas tersebut telah disimpan
selama setahun artinya telah mencapai nisab, dan pemiliknya telah terbebas dari
utang, maka emas itu wajib dizakati.[15]
Nisab emas baru wajib dizakati apabila telah mencapai 20
dinar dengan masa simpan satu tahun, wajib dikeluarkan zakatnya ½ dinar. Setiap
lebih dari dua puluh dinar, dikeluarkan ¼ nya lagi.
Nisab perak ialah 200 dirham dengan timbangan Mekkah,
yaitu 50 biji dan dua perlima. Sabda Nabi SAW., “Tidak wajib zakat pada perak
yang kurang 5 auqiyah.” (5 auqiyah = 200 dirham = 672 gram perak).[16]
Sepuluh dirham sama dengan 7 mitsqal. Apabila terdapat
kelebihan, sekalipun sedikit, wajib diperhitungkan sebab mudah
memperhitungkannya. Wajib mengeluarkan zakat pada 20 mitsqal emas dan 200
dirham perak. Jika ada kelebihannya sekalipu hanya setengah biji, zakatnya
sebesar seperempat puluhnya ( 1/40 sama dengan 2,5%).
Yang wajib dizakati adalah emas murni, bukan emas yang
digabungkan dengan benda lain yang tidak sejenis, kecuali terlebih dahulu
dipisahkan, sehingga keduanya benar-benar menjadi emas murni atau murni perak.
Pencampuran emas yang kemudian disebut dengan suasa tidak wajib dizakati.
Jadi, nisab emas 20 dinar, berat timbangannya 93,6 gram,
zakatnya 2,5% = ½ misqal = 2,125 gram; nisab perak 200 dirham = 642 gram,
zakatnya 2,5% = 5 dirham = 15,6 gram. Dan perlu diperjelas lagi bahwa 1 dirham
= 3,12 gram; 200 dirham = 200 × 3,12 gram = 624 gram.[17]
3.
Zakat Peternakan
Zakat peternakan merupakan salah satu perintah Allah SWT
dan Rasulullah SAW. Ada berbagai macam jenis peternakan, yaitu peternakan
kambing, sapi, kerbau, unta, dan sejenis dengan jenis ternak yang dimaksudkan.
Dalam wajibnya zakat ternak itu, disyaratkan:
a)
Sampai satu nisab,
b)
Berlangsung selama satu
tahun,
c)
Hendaklah ternak itu
merupakan hewan yang digembalakan, artinya makan rumput yang tidak terlarang
dalam sebagian besar masa setahun itu.[18]
Sedangkan penjelasan mengenai macam-macam peternakan yang
wajib dikeluarkan zakat dan besarnya zakat akan diterangkan dibawah ini,
diantaranya:
a. Sapi dan Kerbau
Adapun sapi, tidak wajib
zakat sebelum cukup 30 ekor, dalam keadaan digembalakan. Maka jika sudah cukup
30 ekor dalam keadaan digembalakan dan berlangsung selama satu tahun, maka
wajib dikeluarkan zakatnya. Dan nishab kerbau disetarakan
dengan nishab sapi yaitu 30 ekor. Artinya jika seseorang telah memiliki kerbau,
maka ia telah terkena wajib zakat.
Dari setiap 30 ekor sapi
atau kerbau, zakatnya 1 ekor sapi atau kerbau umur satu tahun lebih, dan setiap
40 ekor sapi atau kerbau, zakatnya 1 ekor anak sapi atau kerbau umur 2 tahun
lebih. Zakat 80 ekor sapi atau kerbau ialah 2 ekor anak sapi umur 1 tahun lebih
dan 1 ekor umur 2 tahun.
Dari tiap 30 sapi atau
kerbau, zakatnya seekor anaknya yang betina atau yang jantan umur 1 tahun, dan
dari tiap-tiap empat puluh ekor sapi atau kerbau, zakatnya seekor anaknya yang
berumur 2 tahun.[19]
Supaya lebih jelas dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Nisab
|
Banyak Zakat yang Wajib Dikeluarkan
|
30 - 39 ekor sapi (kerbau)
|
Seekor anak sapi (kerbau) jantan atau betina (umur 1 tahun)
|
40 - 59 ekor sapi (kerbau)
|
Seekor anak sapi (kerbau) betina (umur 2 tahun)
|
60 - 69 ekor sapi (kerbau)
|
2 ekor anak sapi (kerbau) jantan (umur 1 tahun)
|
70 - 79 ekor sapi (kerbau)
|
Seekor anak sapi (kerbau) betina (umur 2 tahun), serta
seekor anak sapi (kerbau) jantan (umur 1 tahun)
|
80 - 89 ekor sapi (kerbau)
|
2 ekor sapi (kerbau) betina (umur 2 tahun)
|
Demikianlah
seterusnya jika banyaknya bertambah, maka setiap 30 ekor ialah 1 ekor sapi umur
1 tahun, dan setiap 40 ekor ialah 1 ekor sapi betina umur 2 tahun.
b. Kambing atau Domba
Tidak wajib
zakat pada kambing hingga banyaknya sampai 40 ekor, maka jika jumlahnya 40-120
ekor dan cukup digembalakan dalam masa 1 tahun, zakatnya ialah seekor kambing
betina.
Dari 121-200
ekor, zakatnya ialah 2 ekor kambing betina, dan dari 201-300, ialah 3 ekor
kambing betina. Selanjutnya jika lebih dari 300 ekor, maka setiap 100 ekor,
dikeluarkan 1 ekor kambing betina. Dari domba dikeluarkan yang berumur 1 tahun,
sedangkan dari kambing yang berumur 2 tahun.[20] Supaya lebih jelas dapat dilihat dalam tabel sebagai
berikut:
Nisab
|
Zakatnya
|
|
Bilangan dan Jenis Zakat
|
Umur
|
|
40-120
|
1 ekor kambing betina
Atau 1 ekor domba betina
|
2 tahun lebih
1 tahun lebih
|
121-200
|
2 ekor kambing betina
Atau 2 ekor domba betina
|
2 tahun lebih
1 tahun lebih
|
201-300
|
3 ekor kambing betina
Atau 3 ekor domba betina
|
2 tahun lebih
1 tahun lebih
|
301-400
|
4 ekor kambing betina
Atau 4 ekor domba betina
|
2 tahun lebih
1 tahun lebih
|
c. Ternak
Unggas (Ayam, Bebek, Burung dan lain-lain) dan perikanan
Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan
jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Tapi dihitung berdasarkan
skala usaha. Nishab ternak unggas dan perikanan
adalah setara dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan
85 gram emas.
Artinya bila seorang
beternak unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki
kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan
85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5 %. Contoh : Seorang peternak ayam broiler
memelihara 1000 ekor ayam perminggu, pada akhir tahun (tutup buku) terdapat
laporan keuangan sbb:
1
|
Ayam broiler 5600 ekor seharga
|
Rp 15.000.000
|
2
|
Uang Kas/Bank setelah pajak
|
Rp 10.000.000
|
3
|
Stok pakan dan obat-obatan
|
Rp 2.000.000
|
4
|
Piutang (dapat tertagih)
|
Rp 4.000.000
|
Jumlah
|
Rp
31.000.000
|
|
5
|
Utang yang jatuh tempo
|
Rp 5.000.000
|
Saldo
|
Rp26.000.000
|
Besar zakat = 2,5% × Rp 26.000.000,- = Rp 650.000
Catatan:
Kandang dan alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang
wajib dizakati.
Nishab besarnya 85 gram emas murni, jika @ Rp 25.000,00 maka
85 x Rp 25.000,00 = Rp 2.125.000,00.[21]
4. Zakat Harta Karun Dan
Barang Tambang
Yang dimaksud harta karun adalah
barang terpendam yang disebut dengan istilah rikaz. Rikaz adalah emas
atau perak yang tertanam atau sengaja ditanam oleh kaum jahiliyyah (sebelum
datang Islam), maksudnya jahiliya yaitu tidak mengetahui Allah AWT, Rasul-Nya,
dan peraturan-peraturan syara’ Islam. Bardasarkan keterangan yang ada di kitab
fathul qarib, yaitu:
وهو
دفين الجاهليّه وهى الحالة التى كانت عليها العرب قبل الإسلام من الجهل بالله و
رسوله و شرائع الإسلام .[22]
Atau rikaz lebih umumnya harta karun
yang telah lama terpendam, kemudian ditemukan. Apabila ditemukan harta
terpendam berupa emas atau perak, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 1,5
atau 20%.[23]
Zakat rikaz tidak harus menunggu sampai setahun. Zakatnya dikeluarkan ketika
harta karun itu ditemukan.
Zakat barang tambang berlaku jika
barng yang ditambang berupa emas atau perak. Apabila telah mencapai nisab,
wajib dizakati sebanyak 2,5%. Zakat dikeluarkan pada saat barang tambang itu
diperoleh. Jadi tidak perlu menunggu sampai satu tahun.[24]
5. Zakat Harta Perdagangan
(Tijarah)
Landasan pendapat bahwa harta benda
perdagangan wajib zakat adalah sabagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abu
Daud dan Baihaqi dari Samurah bin Jundub, yang mengatakan:
كان
رسول الله صلى الله عليه وسلّم يَأُمُرُنا أَن نُخْرِجَ اَلصَّدَقَةَ بِمَا نُعِدُّ
للبيع
Artinya: “ Rasulullah memerintahkan kami agar mengeluarkan sedekah dari
barang-barang yang kami sediakan untuk perdagangan ”.
Zakat perdagangan (Tijarah) tidak disyaratkan
harus sempurna nisabnya, kecuali pada akhir tahun (yang diperhitungkan) sebab
akhir tahun itu merupakan waktu wajibnya mengeluarkan zakat.[25]
Pada prinsipnya, semua barang dagangan
terkena wajib zakat sebanyak 1/40 dari nilainya barang. Pelaksanaan zakat
perdagangan dilakukan apabila telah sampai nisab dan keuntungannya. Kalau
demikian, bagaimana jika perdagangannya rugi? Kerugian dapat ditafsirkan dengan
tiga hal, yaitu sebagai berikut:
a Barang dagangan habis, tetapi tidak mendatangkan keuntungan sama sekali, artinya hanya kembali modal dalam jumlah yang sama.
b. Barang dagangan masih banyak yang belum terjual, modal tidak kembali
seperti semula.
c. Barang dagangan habis, modal sama sekali tidak kembali.
Jika pedagang mengalami kerugian
dengan keadaan di atas, tidak ada kewajiban bagi pedagang mengeluarkan
zakatnya. Persyaratan yang utama dari zakat perdagangan adalah sebagai berikut:
a. Barang yang diperjual belikan
adalah milik pedagang sendiri.
b. Sejak awal telah berniat
untuk melakukan perdagangan.
c. Telah mencapai nisab, yakni
perdagangan selama setahun.
d. Jika setahun belum mencapai
nisab maka perhitungannya menunggu sampai tercapai nisab; dengan demikian, perhitungannya
bukan terletak pada telah lama setahun,
melainkan telah mencapai nisab.
e. Nisab harta perniagaan
menurut pokoknya. Kalau pokoknya emas, nisabnya seperti emas. Perniagaan
hendaknyadihitung dengan harga pokok yang zakatnya sebanyak zakat emas atau
perak, yaitu 1/40 sama dengan 2,5%.
C. Hukum Zakat Profesi
1.
Pengertian Zakat Profesi
Zakat profesi dikenal dengan istilah zakah rawatib
al-muwazhaffin (zakat gaji pegawai) atau zakah kasb al-‘amal wa al-mihan
al-hurrah (zakat hasil pekerjaan dan profesi swasta). Zakat profesi
didefinisikan sebagai zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian
profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun bersama orang atau
lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nishab.[26]
Zakat profesi merupakan
perkembangan kontemporer, yaitu disebabkan adanya profesi-profesi modern yang
sangat mudah menghasilkan uang. Misalnya profesi dokter, konsultan, advokat, dosen,
arsitek, dan sebagainya. Kenyataannya membuktikan bahwa pada akhir-akhir ini banyak orang yang
karena profesinya, dalam waktu yang relatif singkat, dapat menghasilkan uang
yang begitu banyak. Kalau persoalan ini dikaitkan dengan pelaksanaan zakat yang
berjalan di masyarakat maka terlihat adanya kesenjangan atau ketidakadilan
antara petani yang memiliki penghasilan kecil dan mencurahkan tenaga yang
banyak dengan para profesional misalnya dokter, akuntan, konsultan,
notaris, dan insinyur yang hanya dalam waktu relatif pendek memiliki hasil yang
cukup besar tanpa harus mencurahkan tenaga yang banyak.
2.
Pendapat
Ulama’ Tentang Zakat Profesi
Ulama’ berbeda pendapat
mengenai hukum zakat penghasilan atau profesi. Mayoritas ulama madzhab empat
tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapai nishab
dan sudah sampai setahun (haul).[27]
Namun para ulama mutaakhirin seperti Yusuf Al Qaradhawi
dan Wahbah Az-Zuhaili, menegaskan bahwa zakat penghasilan itu hukumnya wajib
pada saat memperolehnya, meskipun belum mencapai satu tahun. Hal ini mengacu
pada pendapat sebagian sahabat yaitu Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah,
Tabiin Az-Zuhri, Al-Hasan Al-Bashri, dan Makhul juga pendapat Umar bin
Abdul Aziz dan beberapa ulama fiqh lainnya. Adapun kewajiban zakatnya adalah
2,5%, berdasarkan keumuman nas yang mewajibkan zakat uang, baik sudah mencapai
satu haul atau ketika menerimanya. Jika sudah dikeluarkan zakatnya pada
saat menerimanya, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat lagi pada akhir tahun.
Dengan demikian ada kesamaan antara pegawai yang
menerima gaji secara rutin dengan petani yang wajib mengeluarkan zakat pada
saat panen, tanpa ada perhitungan haul.
Menurut al-Qaradhawi nishab
zakat profesi senilai 85 gram emas dan jumlah zakat yang wajib dikeluarkan
adalah 2,5%. Landasan fikih (at-takyif al-fiqhi) zakat profesi ini
menurut Al-Qaradhawi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal
al-mustafaad (harta perolehan). Al-maal al-mustafaad adalah setiap
harta baru yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara kepemilikan
yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang semisalnya.
Al-Qaradhawi mengambil pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu
Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri, Hasan Bashri, dan Makhul) yang
mengeluarkan zakat dari al-maal al-mustafaad pada saat menerimanya,
tanpa mensyaratkan haul (dimiliki selama satu tahun qamariyah). Bahkan
al-Qaradhawi melemahkan hadis yang mewajibkan haul bagi harta zakat,
yaitu hadis Ali bin Abi Thalib RA, bahwa Nabi SAW bersabda”Tidak ada zakat
pada harta hingga berlalu atasnya haul.” (HR Abu Dawud).[28]
3.
Pendapat
Lembaga Ulama’ Indonesia
Di Indonesia, ada beberapa lembaga keulamaan yang mempunyai
kewenangan dan kemampuan untuk mengeluarkan fatwa tentang persoalan kontemporer
yang dihadapi umat Islam,[29]
diantaranya yang pernah mengemuka adalah tentang zakat profesi:
a. Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa No.3 Tahun 2003, menegaskan
bahwa semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat
telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Dalam fatwa
ini yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap
pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh
dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan,
maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta
pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya. Adapun dasar hukum yang dijadikan alasan menetapkan hukum tersebut
adalah:
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya: “ Hai orang-orang
yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji ”.
(QS. Al Baqarah: 267)
Sedang hadist Nabi:
لاَ زَكاةَ فى المالِ حتى
يَحول عليه الحولُ .
Artinya: “ Tidak ada zakat pada harta sampai ia mencapai
satu tahun".
b. Sedangkan Dewan
Syariah PKS dengan dalil dan argumen sebagaimana disebutkan di dalam
Fatwa Dewan Syariah Pusat Partai Keadilan Sejahtera Nomor 03/F/K/DS-PKS/1427
sebagai berikut :
1) Perintah
untuk mengeluarkan infaq dari kasab yang dikaruniakan oleh Allah kepada manusia
sebagaimana Allah berfirman QS. Al Baqarah : 267
2) Peringatan
Allah terhadap orang yang menumpuk emas dan perak dan tidak membelanjakannya di
jalan Allah. Allah berfirman : “…dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak
dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS. At Taubah : 34).
3) Prinsip
keadilan dalam Islam. Sungguh dirasakan tidak adil dan bertentangan dengan
prinsip keadilan Islam bila petani dan pedagang kecil yang penghasilannya kecil
diwajibkan membayar zakat, sementara seorang eksekutif, konsultan, dan
profesional lain yang gajinya dapat mencapai puluhan juta tidak diwajibkan
membayar zakat.
Berdasarkan dalil-dalil diatas disimpulkan
bahwa :
1) Zakat profesi hukumnya wajib berdasarkan
keumuman ayat 267 surat al Baqarah.
2) Zakat profesi memiliki kemiripan dengan zakat
pertanian dari aspek waktu penerimaan gaji dan dengan naqdain (emas dan perak)
dari aspek harta yang diterima.
3) Nishab zakat pertanian adalah 5 wasaq yaitu
setara dengan 652, 8 kg beras atau senilai Rp 3.265.000 (dengan standar harga
beras Rp.5000/kg).
4) Nishab naqdain adalah 20 dinar setara dengan 85
gr atau senilai Rp 17.000.000 (dengan standar harga emas Rp 200.000/gr)
c.
Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah zakat
profesi adalah wajib. Dasar hukum yang digunakan adalah keumuman ayat 267 surat
al-Baqarah.
Kata أنفقوا dalam surat al-Baqarah ayat 267 di atas merupakan bentuk kata
perintah ( amr), sehingga kata tersebut berfaedah wajib. Selanjutnya
kataما كسبتم mengandung hukum kully yang
mencakup semua hasil usaha manusia termasuk profesi di dalamnya.
d. Sedangkan
menurut Dewan Hisbah Persis hukum zakat profesi adalah tidak wajib dan hanya
memutuskan bahwa harta yang tidak terkena kewajiban zakat termasuk hasil
profesi, dikenai kewajiban infaq yang besarannya tergantung
kebutuhan Islam terhadap harta tersebut. Pimpinan jam’iyyah bisa menetapkan
besarnya infaq.
4.
Cara
Mengeluarkan Zakat Profesi
Dalam buku Fiqh Zakat karya DR Yusuf Qaradlawi. Bab zakat
profesi dan penghasilan, dijelaskan tentang cara mengeluarkan zakat
penghasilan. Kalau kita klasifikasi ada tiga wacana:
1) Pengeluaran
bruto, yaitu mengeluarkan zakat penghasilan kotor.
Artinya, zakat penghasilan yang mencapai nisab 85 gr emas dalam jumlah setahun,
dikeluarkan 2,5 % langsung ketika menerima sebelum dikurangi apapun. Jadi kalau
dapat gaji atau honor dan penghasilan lainnya dalam sebulan mencapai 2 juta
rupiah x 12 bulan = 24 juta, berarti dikeluarkan langsung 2,5 dari 2 juta tiap
bulan = 50 ribu atau dibayar di akhir tahun = 600 ribu.
Hal ini juga berdasarkan pendapat Az-Zuhri dan
‘Auza’i, beliau menjelaskan: “Bila seorang memperoleh penghasilan dan ingin
membelanjakannya sebelum bulan wajib zakat datang, maka hendaknya ia segera
mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu dari membelanjakannya” (Ibnu Abi
Syaibah, Al-mushannif, 4/30).
Dan juga menqiyaskan dengan beberapa harta zakat
yang langsung dikeluarkan tanpa dikurangi apapun, seperti zakat ternak, emas
perak, ma’dzan dan rikaz.
2) Dipotong
oprasional kerja, yaitu setelah menerima penghasilan
gaji atau honor yang mencapai nisab, maka dipotong dahulu dengan biaya
oprasional kerja. Contohnya, seorang yang mendapat gaji 2 juta rupiah
sebulan, dikurangi biaya transport dan konsumsi harian di tempat kerja
sebanyak 500 ribu, sisanya 1.500.000. maka zakatnya dikeluarkan 2,5 dari
1.500.000= 37.500,-
Hal ini dianalogikan dengan
zakat hasil bumi dan kurma serta sejenisnya. Bahwa biaya dikeluarkan lebih
dahulu baru zakat dikeluarkan dari sisanya. Itu adalah pendapat Imam Atho’ dan
lain-lain. Dari zakat hasil bumi ada perbedaan prosentase zakat antara yang
diairi dengan hujan yaitu 10% dan melalui irigasi 5%.
3) Pengeluaran neto atau zakat bersih, yaitu mengeluarkan zakat dari harta
yang masih mencapai nisab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok sehari-hari,
baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok lainnya untuk keperluan dirinya,
keluarga dan yang menjadi tanggungannya. Jika penghasilan setelah dikurangi
kebutuhan pokok masih mencapai nisab, maka wajib zakat, akan tetapi kalau tidak
mencapai nisab tidak wajib zakat, karena dia bukan termasuk muzakki (orang
yang wajib zakat) bahkan menjadi mustahiq (orang yang berhak menerima
zakat) karena sudah menjadi miskin dengan tidak cukupnya penghasilan terhadap
kebutuhan pokok sehari-hari.
Hal ini berdasarkan hadits riwayat imam Al-Bukhari
dari Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah SAW bersabda: “…. dan paling baiknya
zakat itu dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan…”.
Kesimpulannya, seorang yang mendapatkan penghasilan halal dan
mencapai nishab (85 gr emas) wajib mengeluarkan zakat 2,5 %, boleh
dikeluarkan setiap bulan atau di akhir tahun. Sebaiknya
zakat dikeluarkan dari penghasilan kotor sebelum dikurangi kebutuhan yang lain.
Ini lebih afdlal (utama) karena khawatir ada harta yang wajib zakat tapi tidak
dizakati, tentu akan mendapatkan adzab Allah baik di dunia dan di akhirat. Juga
penjelasan Ibnu Rusd bahwa zakat itu ta’bbudi (pengabdian kepada Allah
SWT) bukan hanya sekedar hak mustahiq. Tapi ada juga sebagian
pendapat ulama membolehkan sebelum dikeluarkan zakat dikurangi dahulu biaya
oprasional kerja atau kebutuhan pokok sehari-hari.
IV.
KESIMPULAN
1. Kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti
berkah, tumbuh, bersih, dan baik, sedangkan zakat secara istilah adalah
sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT diserahkan kepada orang-orang
yang berhak menerimanya di samping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu
sendiri.
2. Zakat yang wajib dilakukan oleh umat Islam ada
2 macam, diantaranya:
a.
Zakat Fitrah (Zakat Jiwa).
b. Zakat Maal, Harta-harta yang wajib dizakati bermacam-macam. Diantaranya
yaitu sebagai berikut: zakat hasil pertanian, zakat emas dan perak, zakat
peternakan, zakat harta karun, zakat barang tambang, zakat harta perdagangan.
3. Hukum zakat profesi adalah wajib
dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun,
yakni senilai emas 85 gram.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami
paparkan. Kami menyadari dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan karena
manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Maka dari itu kritik dan saran yang
bersifat konstruktif selalu sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
dan berikutnya. Besar harapan kami semoga makalah ini bisa memberikan banyak
manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Amin
DAFTAR
PUSTAKA
Azam, Abdul Aziz Muhammad
dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah, (Jakarta:
Amzah,2009), Cet. I
Hamid, Abdul dan Beni
Ahmad Saebani, Fiqih Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), Cet.
I
Mughniyah, Muhammad Jawad,
Fiqih Lima Mazhhab, (Jakarta: Lentera Basritama, 2002), Penerjemah :
Afif Muhammad, dkk, Cet. I
Qardawi, Yusuf, Hukum
Zakat, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1988), Penerjemah: Salman Harun, Cet. I
Sabiq, Sayyid, Fiqih
Sunnah 3, (Bandung: Al Ma’arif, 1978), Cet. I
Syafi’i, Syamsuddin Abu
Abdillah Muhammad bin Qosim As-, Fathul Qorib, (Semarang: Pustaka
‘Alawiyah)
Usman, Sutrisno, Mutiara
Da’wah Asy Syifaa’, (Purwokerto: Asy Syifaa’, 2010), Cet. V
[1] Abdul Aziz Muhammad Azzam
dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah, (Jakarta:
Amzah,2009), Cet. I, hlm. 344
[2] Yusuf Qardawi, Hukum
Zakat, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1988), Penerjemah: Salman Harun, Cet.
I, hlm. 34
[3]Ibid.
[4] Abdul Hamid dan Beni
Ahmad Saebani, Fiqih Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), Cet.
I, hlm. 206
[6] Syamsuddin Abu Abdillah
Muhammad bin Qosim As Syafi’i, Fathul Qorib, (Semarang: Pustaka
‘Alawiyah), hlm. 24
[7] Muhammad Jawad Mughniyah,
Fiqih Lima Mazhhab, (Jakarta: Lentera Basritama, 2002), Penerjemah :
Afif Muhammad, dkk, Cet. I, hlm. 196
[8]Ibid., hlm. 197
[9] Sutrisno Usman, Mutiara
Da’wah Asy Syifaa’, (Purwokerto: Asy Syifaa’, 2010), Cet. V, hlm. 108-109
[13] Syamsuddin Abu Abdillah
Muhammad bin Qosim As Syafi’i, Loc. Cit.
[16]Ibid., hlm. 220
Tidak ada komentar:
Posting Komentar